Polemik Label Halal di RUU Cipta Kerja, Antara MUI atau BPJPH

  • Bagikan

Mulyanto minta Pemerintah perlu merumuskan kembali soal instrumen administratif ini. Tujuannya, agar proses penetapan fatwa halal di MUI ini menjadi lebih cepat. Baik melalui penyederhanaan proses, ketentuan jumlah dan unsur anggota sidang fatwa, maupun pendayagunaan MUI daerah.

“Pembahasan RUU Cipta Kerja terkait soal jaminan produk halal ini sudah menyepakati bahwa MUI tetap menjadi otoritas tunggal dalam penetapan fatwa halal. Karena MUI adalah representasi para ulama yang berkompeten dalam soal fatwa, yang mewakili seluruh ormas Islam di tanah air,” tandas Mulyanto.

Terpisah, Anggota Badan Legislasi (Baleg) Ledia Hanifa Amaliah mengkritisi hal tersebut. Menurutnya, alur penerbitan Sertifikat Halal di dalam undang-undang sesungguhnya tidak rumit.

“Kalau mau menelisik lebih dalam, dari berbagai laporan yang diterima, ternyata bottle neck yang selama ini menyebabkan lamanya sertifikat halal keluar adalah begitu banyaknya permintaan penerbitan Sertifikat Halal. Tetapi, belum diimbangi jumlah LPH dan auditor halal yang cukup,” ungkap Ledia.

Mantan Ketua Panja RUU Jaminan Produk Halal tahun 2013-2014 ini menjelaskan, sebelum adanya Undang-undang No 33 Tahun 2014, satu-satunya LPH adalah LPPOM MUI.

“Kemudian, lalu lewat Undang-Undang Jaminan Produk Halal itu, dibukalah keran pendirian LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) lain, yang bisa dibentuk oleh ormas atau perguruan tinggi,” terangnya.

Pendirian LPH memiliki satu prasyarat mendasar. Yaitu mempunyai auditor halal yang tersertifikasi. Aartinya memiliki ilmu terkait bahan baku produk dan ilmu terkait kehalalan.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan