FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis hasil survei singkat Persepsi Peserta Didik tentang rencana pemerintah membuka pembelajaran tatap muka pada Januari 2021.
Hasilnya, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengungkap sebanyak 78,17 persen dari 62.448 siswa setuju sekolah tatap muka dilaksanakan pada Januari 2021. Hasil ini ditemukan berdasarkan survei secara virtual pada 11-18 Desember 2020.
"Sebanyak 48.817 siswa atau 78,17 persen dari total responden," tutur Retno melalui keterangan tertulis, Senin (28/12/2020).
Sementara, lanjut Retno, dari angka tersebut, sebanyak 56 persen siswa yang setuju mengaku sudah jenuh dengan pembelajaran jarak jauh dan membutuhkan variasi belajar dengan pembelajaran tatap muka. Mayoritas siswa juga mengaku kesulitan memahami materi dan melakukan praktikum selama belajar daring.
"Mayoritas responden yang menyampaikan alasan itu adalah siswa kelas 6 SD, kelas 9 SMP dan siswa kelas 12 SMA/SMK," terangnya.
Terutama untuk praktikum dan membahas materi-materi yang sangat sulit yang tidak bisa diberikan melalui pembelajaran daring.
"Sedangkan 10 persen dari total responden, atau 6.241 siswa, tidak setuju dan 16,13 persen atau 10.078 siswa mengaku masih ragu dengan keputusan pembelajaran tatap muka," ungkapnya kemudian.
Sebanyak 45 persen dari siswa yang menolak pembukaan sekolah khawatir dengan angka Covid-19 yang masih tinggi di daerahnya.
Selain itu ada 40 persen siswa menolak karena ragu sekolah dapat menerapkan protokol kesehatan sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Dari keseluruhan responden, hanya ada 5,25 persen siswa yang sudah melaksanakan pembelajaran tatap muka. 94,75 persen lainnya masih melaksanakan pembelajaran daring.
Survei juga menjabarkan, penerapan protokol kesehatan dan persiapan SOP di sekolah responden yang sudah melaksanakan pembelajaran tatap muka pun belum maksimal.
Masih ada 32,69 persen siswa yang sekolahnya tak ada bilik disinfektan, 8,04 persen tak ada tempat cuci tangan, 52,67 persen siswa belum pernah membaca SOP atau ketentuan prokes di sekolah, dan 22,64 persen juga belum pernah disosialisasikan terhadap prokes tersebut.
Berdasarkan hasil penemuan itu, KPAI meminta pemerintah pusat dan daerah segera melakukan pemetaan sekolah-sekolah yang siap dan yang belum siap menggelar pembelajaran tatap muka pada Januari 2021.
"Jika zona daerahnya masuk kategori hijau atau aman, tetapi sekolahnya belum siap menerapkan protokol kesehatan Covid-19, maka pembelajaran tatap muka tetap harus ditunda," tegasnya.
"Sekolah juga harus didampingi dan didukung pendanaan untuk menyiapkan infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP adaptasi kebiasaan baru (AKB) di satuan pendidikan. Kalau belum siap, sebaiknya tunda buka sekolah pada Januari 2021," pungkas Retno.
Sejumlah daerah memilih menunda penerapan pembelajaran tatap muka di sekolah selama laju penyebaran Covid-19 masih tinggi. Salah satunya Provinsi Sulawesi Selatan. Penyebaran virus korona sudah bertransmisi secara merata di Sulsel.
Ketua Tim Konsultan Satgas Covid-19 Sulsel, Prof Ridwan Amiruddin mengatakan, sekolah tatap muka bukan kebijakan tepat di kondisi saat ini. Risiko penyebaran virus korona di kalangan peserta didik, sangat besar.
Diinformasikan, saat ini kasus positif korona sedang menuju puncak dengan penambahan lebih dari 400 kasus per hari. Adapun positivity rate atau perbandingan kasus positif dengan jumlah sampel tes swab berada dikisaran 17-20 persen.
Ini artinya, Sulsel dalam kondisi darurat. Sebab WHO mematok positivity rate di bawah lima persen sebagai kondisi aman.
"Sekolah tatap muka dampaknya sangat besar. Jika jumlah kasus meningkat di kalangan anak didik, ini sangat berbahaya,” papar Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Sulsel ini, Minggu (27/12/2020).
Prof Ridwan menilai, jika pembelajaran tatap muka tetap dipaksakan maka sama saja dengan melakukan pembiaran penyebaran virus korona secara lebih luas lagi. Hal ini sangat tidak dibenarkan, karena kesehatan anak didik adalah hal yang utama. (endra/fajar)