Remaja asal Porong, Kabupaten Sidoarjo, ini menuturkan, riset tersebut terinspirasi oleh tren hijab saat ini di kalangan remaja muslim Asia, termasuk Indonesia. Menurutnya, hijab seharusnya tidak sekadar untuk menutup aurat. Namun, juga memiliki nilai lebih. Yaitu, menjaga tubuh dari paparan penyakit akibat radiasi sinar matahari.
“Ini sekaligus merupakan pembuktian sains terhadap kewajiban menutup aurat bagi muslimah dalam Alquran,” katanya.
Hijab yang dibuat keduanya bukan hijab biasa. Namun, hijab berbahan kain katun dengan pewarnaan alami dari ekstrak buah naga. Memakai media cacing yang kulitnya peka pada sinar ultraviolet.
Selama persiapan menuju kompetisi tingkat internasional ini, inovasi riset hijab antikanker telah melewati lima kali proses pengujian laboratorium. Yakni uji absorbansi dan segmentasi di lab milik sekolah. Mengingat sekolah ini adalah MA swasta satu-satunya di Kabupaten Pasuruan sebagai penyelanggara riset, berdasarkan surat keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tahun 2020 dari Kementerian Agama RI.
Pengujian lab lainnya yaitu, uji UV Vis dan FTIR di lab Universitas Brawijaya Malang. Serta uji SEM EDS di lab Batan Indonesia.
“Dari hasil lima pengujian yang kami lakukan, hasilnya cukup memuaskan dan efektif. Tentunya tetap perlu dimaksimalkan dan disempurnakan lagi,” cetus Akmalul Umam.
Setelah kompetisi ini, remaja asal Waru, Kabupaten Sidoarjo, tersebut menuturkan ke depan ingin mengembangkan hijab antikanker. Bahkan, memproduksinya dalam jumlah banyak.