"Kejahatan kehutanan ini dilakukan dengan pola memanfaatkan masyarakat lokal sekitar hutan untuk melakukan pembalakan. Sementara penegakkan hukum umumnya sampai pada pelaku lapangan dan jarang
menyentuh pedagang kayu maupun aktor di belakang layar," ujarnya.
Menurutnya, pebisnis atau penjual kayu tampaknya memanfaatkan kesempatan di masa pandemi. Ketika aktivitas masyarakat dibatasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau dalam skala terbatas, momentum ini dimanfaatkan untuk melakukan pembalakan di hutan, karena situasi relatif aman.
Ia menyebutkan, para pemantau independen dampingan JurnaL Celebes di beberapa kabupaten, ditemukan indikasi kejahatan illegal logging dilakukan dengan melibatkan atau bekerja sama' dengan masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan. Pengusaha atau pengepul kayu memanfaatkan orang-orang lokal untuk melakukan penebangan.
"Batang kayu yang ditebang dikumpulkan di tempat tertentu. Kayu yang terkumpul, akan diangkut truk dibawa ke tempat pengumpulan setelah dari hutan, atau langsung ke industri pengolahan kayu,
atau tempat penggergajian," imbuh Mustam.
Dari hasil pemantauan, ada indikasi masyarakat lokal yang terlibat dalam jual beli kayu punya risiko hukum dibanding pengusaha atau pembeli kayu yang memanfaatkan jasa masyarakat lokal.
"Ketika pelaku lapangan diketahui petugas, yang ditangkap dan diproses hukum adalah pelaku warga masyarakat. Masyarakat yang menebang kayu, kalau tidak sempat melarikan diri, akan ditangkap petugas. Diproses hukum sampai ke pengadilan," pungkasnya. (selfi/fajar)