BPOM Keluarkan Rilis, Beberapa Obat Sirop Aman Dikonsumsi Kembali

  • Bagikan
Ilustrasi obat sirop

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR--Ketidakpastian obat sirop berakhir. Kini, sudah bisa dikonsumsi lagi. Aneka sirop yang mengandung zat kimia berbahaya berupa cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) telah dikelompokkan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menguji dan mengeluarkan hasilnya.

Dengan demikian, tidak semua sirop mengandung bahan berbahaya. Kendati tetap ada yang mengandung ED-DEG, volumenya tidak melewati ambang batas toleransi.

Pengumuman dari BPOM itu sekaligus mengakhiri kebingungan masyarakat. Sebab, sebelumnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melarang semua jenis sirop untuk anak. Alasannya, penelitian sedang dilakukan BPOM. Nah, kini hasilnya telah keluar.

Kini, masyarakat kini sudah bisa menggunakan obat sirop kepada anak-anak. "Yang terakhir (dari BPOM) itulah yang valid, kita ikuti yang valid," terang Kepala Dinas Kesehatan Sulsel dr Rosmini Pandin, Selasa, 25 Oktober.

Obat sirop yang melebihi ambang batas ET dan DET diyakini menjadi penyebab gagal ginjal akut misterius pada anak. Alasan itu yang membuat Kemenkes sempat melarang semua sirop untuk anak.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah mengeluarkan kebijakan baru via surat bernomor HK.02.02/III/3515/2022 tentang Petunjuk Penggunaan Obat Sediaan Cair/Sirop pada Anak dalam Rangka Pencegahan Peningkatan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAP).

Dalam edaran tersebut BPOM telah mengeluarkan dua lampiran obat-obat yang tidak menggunakan propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan/atau gliserin/gliserol, yang aman sepanjang digunakan sesuai aturan pakai.

Sebanyak 133 obat berdasarkan database dari BPOM di lampiran pertama, sedangkan lampiran kedua ada obat yang belum teruji, namun masih dianggap aman, jumlahnya sebanyak 23 jenis obat. Terdapat 12 jenis obat yang digunakan dengan monitor terapi oleh tenaga kesehatan.

Diskes Sulsel juga telah mengeluarkan edaran terbaru terkait peresepan obat-obat yang diberikan tersebut dan telah disebar ke seluruh faskes. Penggunaan obat-obatan ini tetaplah harus melewati resep dari dokter.

Tujuannya agar pasien-pasien yang menggunakan obat-obatan ini bisa dipantau dengan baik oleh dokter hingga seluruh persoalan ini final.

"Jadi jangan beli obat bebas dulu, ke dokter-lah. Kan, ada gratis, kan, dari pemerintah, dari BPJS gratis. Jadi ndak ada alasan ndak ada uang. Kalau ada (yang tidak mampu), bisa diinfokan ke kita ini," jelasnya.

Orang tua juga harus memonitor kondisi anak jika sakit. Terutama jika anak memiliki gangguan urine.
Ciri-ciri umum yang bisa ditemukan, urine yang pekat dan kurang dari enam sampai delapan kali (buang air kecil) sehari.

"Untuk yang pakai pampers (popok), setiap tiga jam diganti. Supaya bisa memantau jumlah urine cukup atau tidak, dengan catatan, dia minumnya cukup," ujar eks Kadiskes Luwu Timur itu.

Kontrol Apotek

Soal pengawasan apotek, Diskes Sulsel juga telah mengimbau agar seluruhnya mematuhi aturan dan edaran yang berlaku. Pihaknya intens turun bersama daerah untuk memantau pengawasan peredaran obat-obat yang dilarang ke apotek-apotek.

"Apotek jangan menjual item-item yang dilarang. Selanjutnya, pasien diharapkan menggunakan obat yang diresepkan," ujarnya.

Hingga saat ini belum ada temuan terkait apotek-apotek yang melanggar. Masing-masing dinas kesehatan daerah telah menjaga dengan ketat wilayah masing-masing.

Sementara itu, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Sulsel Prof Dr apt Gemini Alam menuturkan, dalam temuan BPOM soal sirop tersebut, rupanya sirop-sirop yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal itu melebih ambang batas etelin glikol dan dietilen glikol (zat kimia).

Sebanyak tiga obat yang dilaporkan, kesemuanya merupakan obat produksi dari Universal Pharmaceutical Industries (Unibebi). "Itu Unibebi untuk batuk, kemudian demam, dan drops untuk anak-anak kecil kurang dari lima tahun," jelasnya.

Kemenkes sudah meralat larangan penggunaan seluruh obat cair. Seluruh sirop, kecuali tiga yang ditemukan, boleh digunakan asalkan sesuai dengan takaran yang diminta oleh obat tersebut.

"Jadi jangan berlebihan harus sesuai dengan takaran dosis yang sesuai," imbuh Gemini.

Peran Apoteker

Gemini juga memiliki analisis sendiri soal masalah ini. Menurutnya ada persoalan penggunaan yang tidak terkontrol, apalagi kebanyakan obat-obat ini beredar bebas.

Utamanya karena jenis obat parasetamol sudah cukup kredibel di tengah masyarakat. "Ternyata memang dari hasil temuan BPOM itu melebihi takaran, karena memang sudah menghindari cemaran," ujarnya.

EG dan DEG digunakan untuk melarutkan parasetamol di dalam air, sehingga mesti dicampurkan ke dalam obat. Kelebihan ini menurutnya memantik perubahan kimiawi.

Laporan dari BPOM tersebut tak merinci soal kelebihan ini menjadi penyebab utama, bisa saja ini karena ada reaksi pertemuan zat tersebut dengan virus tertentu dalam tubuh sehingga terjadi reaksi demikian

"Kemungkinan ada virus tertentu yang menyebabkan. Ada faktor lain, kita masih belum tahu, dokter juga belum tahu bagaimana mekanismenya, tapi itu yang dicurigai kemungkinan karena ada virus tertentu," sambung Gemini.

Sementara itu dengan ditangguhkannya tiga jenis obat ini, tidak akan memengaruhi stok obat yang ada di Sulsel. Masih banyak produk lain yang bisa menkover hal ini.

"Saya kira tidak terlalu berpengaruh karena ada produk sirop yang serupa efeknya. Parasetamol ini banyak stoknya, karena istilah apotek itu produk mitu. Artinya siapa saja bisa buat, karena sudah bebas, lepas patennya, sudah obat lama, dan range keamanannya cukup besar, dan sangat aman," katanya.

IAI juga telah menjalankan fungsi pengawasan terhadap seluruh apotek di Sulsel. Dia meminta agar apotek senantiasa melaksanakan kegiatan kefarmasian dengan penuh tanggung jawab.

Apoteker juga harus senantiasa standby berjaga di tengah tensi isu gagal ginjal akut di Indonesia. "Memberikan informasi obat, sosialisasi. Nah, ini apoteker yang sudah memilih hidupnya untuk jadi apoteker penanggung jawab di apotek," terangnya.

Apoteker juga harus betah karena ini menjadi tanggung jawab mereka untuk menjaga masyarakat tetap aman. Apotek dibuka karena izinnya diberikan kepada apoteker, bukan karena alasan lain.

Masyarakat juga diimbau agar mendapatkan obat di tempat-tempat yang benar, yaitu di apotek. Apalagi di tempat-tempat yang sulit dimintai tanggung jawab seperti daring.

"Minta informasi obat kepada apoteker ini yang kita harapkan, jangan beli di online, atau di toko kelontong, tetapi di apotek," tandasnya. (an/zuk-dir/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan