Sang ayah seperti sudah tahu kalau anaknya yang sekolah di Gontor itu tidak akan berumur panjang. Maka ketika sang kakak Kyai Rifa’i meninggal di usia 50 tahun pada 1997, sang adik sudah bisa meneruskan kepemimpinan di Gintung.
Termasuk meneruskan kebijakan sang kakak yakni santri perempuan dan laki-laki dalam satu kelas yang sama. Inilah satu-satunya pondok alumni Gontor yang begitu.
Syahiduddin adalah contoh "sukses juga bisa diraih di bidang yang bukan impiannya".
Sejak kecil hati Syahiduddin sudah terpaku di bidang teknik. Waktu kelas 3 SD Syahiduddin sudah mampu membuat mobil. Dalam hatinya itulah mobil terbaik di dunia. Terbuat dari kayu gabus.
Setiap berangkat sekolah buku-bukunya dinaikkan mobil itu. Sebuah tali diikatkan di bagian depannya. Untuk ditarik sejauh 1 Km. Menuju sekolah. Teman-temannya pun menitipkan buku mereka di mobilnya. Menambah kebanggaan hatinya.
"Mobil saya itu truk. Ada bak di belakangnya. Buku ditaruh di bak itu," kata Syahiduddin mengenang masa kecilnya.
Di tangan sang adik Pondok Gintung terus maju. Sekarang ini luasnya mencapai 40 hektare. Daar el-Qolam menjelma menjadi sebuah lembaga pendidikan Islam modern dengan format pesantren besar dengan karakteristik pesantren yang berdiri di atas dan untuk Semua Golongan.
Pondok Pesantren Daar el-Qolam telah berkembang pesat menaungi 4 institusi pendidikan yakni Daar el-Qolam 1, 2, 3 dan 4.
Untuk ukuran pondok, Daar el-Qolam ini luas sekali. Besar sekali. Deretan bangunan bertingkatnya begitu banyak. Ditata secara apik. Ruang terbukanya luas-luas. Pepohonannya begitu rindang.