Kemlu: 15 WNI Ditangkap di AS atas Dugaan Pelanggaran Imigrasi

  • Bagikan
Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Judha Nugraha (kanan) ditemui usai agenda peluncuran SARI (Sahabat Artifisial Migran Indonesia), fitur chatbot untuk PMI, bersama UN Women di Jakarta, Senin (21/4/2025). (ANTARA/Nabil Ihsan)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia mengonfirmasi bahwa sebanyak 15 Warga Negara Indonesia (WNI) telah ditangkap di Amerika Serikat karena diduga melanggar aturan imigrasi, di tengah peningkatan penindakan terhadap imigran oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.

“Berdasarkan informasi yang diterima oleh perwakilan RI, ada 15 WNI yang terdampak, baik yang sudah ditahan dan ada pula yang sudah dideportasi,” ujar Direktur Pelindungan WNI dan Badan Hukum Internasional (BHI) Kemlu RI, Judha Nugraha, di Jakarta, Senin (21/4).

Salah satu WNI yang ditahan adalah Aditya Harsono Wicaksono (AH), pria berusia 33 tahun yang tinggal di Marshall, Minnesota. Ia diduga diamankan karena keterlibatannya dalam aksi protes kematian George Floyd yang memicu gerakan "Black Lives Matter" pada 2021.

Aditya ditangkap oleh agen Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) di tempat kerjanya pada 27 Maret lalu. Selain dirinya, satu dari 15 WNI lainnya telah dideportasi ke Indonesia.

“Termasuk KJRI Chicago yang menangani kasus tersebut juga sudah berhubungan dengan yang bersangkutan, dengan istrinya yang merupakan WN AS, dan pihak kuasa hukumnya,” kata Judha.

Ia menambahkan, Kemlu RI telah menjalin komunikasi intensif dengan enam perwakilan RI di AS, termasuk KBRI Washington DC serta KJRI di San Francisco, Los Angeles, Chicago, Houston, dan New York.

Koordinasi juga dilakukan dengan otoritas setempat seperti ICE dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS untuk menyelesaikan persoalan hukum yang dihadapi para WNI.

Selain itu, pemerintah mendorong penyebaran informasi mengenai hak-hak hukum WNI apabila mereka menghadapi penangkapan oleh otoritas setempat.

“Hak-hak hukum tersebut antara lain hak mendapat akses kekonsuleran dan menghubungi perwakilan RI, hak mendapat pendampingan pengacara, dan hak tidak menyampaikan pernyataan apapun apabila tidak didampingi pengacara,” jelas Judha.

Pernyataan itu disampaikan Judha usai peluncuran fitur chatbot untuk pekerja migran Indonesia bernama SARI (Sahabat Artifisial Migran Indonesia), hasil kolaborasi Kemlu RI dengan UN Women. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan