“Ini cacat logika. Bea masuk harus dihitung berdasarkan barang yang diimpor. Kalau yang masuk GKM, ya bea masuknya dihitung untuk GKM. Tidak ada kurang bayar,” jelas Anthony.
Ia juga menegaskan, bea masuk adalah komponen biaya, bukan keuntungan perusahaan.
“BPKP menyamakan kurang bayar bea masuk dengan keuntungan perusahaan dan kerugian negara. Ini logika ngawur dan menyesatkan,” cetusnya.
Masalah pajak juga tak luput dari sorotan. BPKP menyebut ada kekurangan bayar Pajak Penghasilan (PPh) dan PPN impor oleh perusahaan, dan mengkategorikannya sebagai kerugian keuangan negara.
“PPh impor dan PPN impor adalah pajak sementara yang akan dikreditkan atau diperhitungkan di akhir masa pajak. Dalam sistem perpajakan, ini bukan kerugian negara," imbuhnya.
Lebih parah lagi, Anthony bilang bahwa membawa persoalan administrasi perpajakan ke ranah pidana adalah pelanggaran hukum serius.
“Yang berwenang memutuskan ada atau tidaknya kekurangan bayar pajak adalah Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai, bukan auditor. Sengketa pajak itu ranah administratif, bukan pidana. Ini bentuk penyimpangan besar,” tegasnya.
Atas dugaan rekayasa audit tersebut, Anthony mendesak agar tim audit BPKP bertanggung jawab secara hukum. Ia menilai lembaga negara tidak boleh bermain-main dengan opini hukum yang bisa mencelakai orang lain.
“Kalau ini dibiarkan, siapa pun bisa jadi korban kriminalisasi. Hasil audit BPKP yang cacat logika dan cacat hukum itu tidak sah dan harus ditolak demi keadilan,” kuncinya. (Muhsin/Fajar)