Oleh: Zuli Hendriyanto Syahrin
(Pemerhati Ekonomi, Alumni HMI)
Pernahkah kita benar-benar merenungkan makna di balik "Pahlawan Devisa"? Gelar ini sering diucapkan dengan bangga, seolah-olah memberikan penghargaan tertinggi kepada para Pekerja Migran Indonesia (PMI) atas kontribusi besar mereka. Namun, di balik kebanggaan itu, tersembunyi cerita memilukan yang seringkali tak terdengar. Ini adalah kisah perjuangan berat, di mana para pahlawan devisa kita kadang berjuang sendirian di negeri orang.
Menurut pandangan saya saat ini, di bawah Kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto, adalah momen penting bagi Pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk introspeksi. Bukan untuk saling menyalahkan, tetapi untuk melihat kenyataan dan menemukan jalan keluar yang lebih baik bagi saudara-saudara kita yang bekerja di luar negeri.
Beban Berat di Balik Gelar Pahlawan Devisa
Konstitusi kita, melalui Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, telah menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan pekerjaan dan perlakuan yang adil. Untuk memperkuatnya, lahirlah UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Undang-Undang ini hadir sebagai janji perlindungan bagi mereka yang bekerja di luar negeri. Namun, sering kali, janji ini terasa masih jauh dari kata terwujud.
Saat melihat data, kita menyadari betapa besarnya tantangan yang dihadapi. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) 2023 memperkirakan bahwa setiap tahunnya, ada ribuan PMI berangkat secara non-prosedural. Secara kumulatif, angkanya diperkirakan sudah mencapai 5,4 juta orang.