FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menekankan bahwa tujuan sesungguhnya kebijakan mengambil alih tanah nganggur bukan merampas tanah rakyat, tetapi agar seluruh tanah di Indonesia dimanfaatkan secara optimal.
Pada dasarnya, kata Nusron, seluruh tanah di Indonesia dimiliki oleh negara. Sedangkan masyarakat hanya diberikan status kepemilikan atas tanah saja. Sehingga jika tidak digunakan maka bisa diambil alih oleh negara.
"Tanah itu tidak ada yang memiliki, itu tanah negara. Orang itu hanya menguasai, negara memberikan hak kepemilikan. Tapi ini tanah mbah saya, leluhur saya. Saya mau tanya, emang mbah atau leluhur bisa membuat tanah?" ucapnya dalam acara Ikatan Surveyor Indonesia di Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Menurut Nusron, tanah telantar itu diambil kembali oleh negara karena tak dimanfaatkan oleh pemegang sertifikat. Jumlah tersebut merupakan bagian dari 55,9 juta Ha alias 79,5% tanah bersertifikat di Indonesia.
Hal ini selaras dengan amanat Pasal 33 dalam Undang-Undang Dasar 1945, yakni tanah dan sumber daya agraria dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Ia mengeklaim pihaknya sudah mengamankan sekitar 1,4 juta hektare (Ha) tanah telantar yang kini diambil negara. Kabarnya tanah yang diambilalih itu akan dibagikan kepada organisasi masyarakat (ormas).
"Tanah-tanah telantar itu akan dibagikan kepada ormas keagamaan, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), hingga Persatuan Ummat Islam (PUI). Tanah juga dibagikan kepada organisasi mahasiswa ekstra kampus (ormek), termasuk Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)," ungkapnya.