Rafael Davids menggambarkan Prada Lucky Namo sebagai anak yang pendiam, tenang, dan tidak suka bergaul sembarangan.
"Anaknya pendiam dan anak rumahan, tidak sembarangan nongkrong seperti anak muda lainnya. Dia fokus olahraga sebelum ikut tes," tutur Rafael Davids.
Lucky Namo sudah menanamkan kedisiplinan sejak masih sekolah dasar (SD). Dia memiliki cita-cita mengikuti jejak sang ayah sebagai prajurit TNI, sehingga terus mengasah dan mempersiapkan diri dengan sangat matang.
Sejak masuk SMA, Prada Lucky Namo menempa dirinya dengan berbagai latihan yang sangat ketat. Dia menjalankan rutinitas olahraga yang cukup berat dan ketat.
Aktivitas fisik yang dilakukan Lucky Namo setiap pagi dan sore seperti berlari, melakukan push-up dan restok tanpa kenal lelah. "Tidak ada waktu tanpa olahraga," kenang pamannya.
Dengan tekad yang kuat, Lucky Namo mewujudkan mimpinya. Dia berhasil lolos menjadi tamtama dari ribuan peserta yang mendaftar.
Sosok Prada Lucky Namo yang ramah dan sopan juga dikenang oleh tetangganya, Letda Inf Agapito.
Menurut Agapito, Prada Lucky Namo selalu menyapa setiap orang yang ditemuinya.
"Siapa saja yang ia temui, pasti disapa. Anaknya sangat ramah, tapi dia pendiam," katanya.
Setelah dinyatakan lulus pada Februari 2025 dan menjalani pendidikan selama tiga bulan di Bali, Prada Lucky Namo kembali ke kampung halaman untuk menggelar syukuran atas kelulusannya pada 5 Juni 2025, sebuah momen kebahagiaan yang kini hanya tinggal kenangan.
Kematian Prada Lucky Namo, yang diduga karena penganiayaan, kini menjadi sorotan.