Ia mengatakan, sebagai lembaga pemerintah yang tunduk pada standar statistik internasional, BPS perlu bebas dari kepentingan politik, transparan dan menjaga integritas data.
Dalam rangka merespons kejanggalan data BPS, CELIOS sebagai lembaga penelitian independen mengirimkan surat permintaan investigasi pada Badan Statistik PBB yakni United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission.
Bhima menyebut, inisiasi CELIOS ini menjadi upaya untuk menjaga kredibilitas data BPS yang selama ini digunakan untuk berbagai penelitian oleh lembaga akademik, analis perbankan, dunia usaha termasuk UMKM dan masyarakat secara umum.
“Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II-2025 yang sebesar 5,12 persen year-on-year. Kami coba melihat ulang seluruh indikator yang disampaikan BPS, dan menemukan industri manufaktur tumbuh tinggi, padahal PMI Manufaktur tercatat kontraksi pada periode yang sama," kata Bhima Yudhistira dalam keterangannya, Jumat (8/8).
Lebih lanjut, dia membeberkan dari tinjauan CELIOS, porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah yakni 18,67 persen dibanding Kuartal I-2025 yang sebesar 19,25 persen, yang artinya deindustrialisasi prematur terus terjadi.
Bahkan, data PHK massal terus meningkat, dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya.
"Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68 persen (yoy)? Data yang tidak sinkron tentu harus dijawab dengan transparansi," lanjut Bhima.
(Arya/Fajar)