Prada Lucky Tewas di Tangan Senior, Andrea H. Poeloengan Bilang Bukti Kegagalan Reformasi Peradilan Militer

  • Bagikan
Tenaga Profesional Bidang Hukum dan HAM Lemhannas RI Andrea H. Poeloengan. Foto: Dokpri

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dugaan penganiayaan hingga mengakibatkan Prajurit Batalyon Infanteri 743, Prada Lucky Chepril Saputra Namo tewas mengenaskan terus menjadi sorotan berbagai pihak.

Sorotan tajam tidak hanya dari keluarga korban, namun juga dari berbagai tokoh nasional. Peristiwa ini sangat disesalkan mengingat tuntutan reformasi di tubuh TNI juga berlaku sejak reformasi.

Tenaga Profesional Bidang Hukum dan HAM Lemhannas RI, Andrea H. Poeloengan ikut angkat suara terkait kasus yang menyebabkan anggota TNI meninggal dunia di tangan seniornya.

Andrea bahkan menilai, peristiwa memilukan itu sebagai buktinya nyata gagalnya reformasi peradilan militer di Indonesia.

"Kasus ini bukan sekadar tindak pidana biasa, tapi mencerminkan masalah sistemik dalam hukum dan budaya militer yang belum tuntas direformasi sejak 1998," tegas Andrea dalam keterangannya, Senin (11/8).

Prada Lucky yang merupakan prajurit Batalyon Infanteri 743 diduga tewas akibat penganiayaan seniornya di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 6 Agustus 2025.

Karena itu, Andrea menilai, penanganan internal oleh peradilan militer mengabaikan prinsip transparansi.

"Publik berhak mendapat keadilan melalui peradilan umum untuk kasus pidana non-operasi militer," kata dia.

Andrea mengkritik inkonsistensi penegakan hukum, mengingat Tap MPR No. VII/MPR/2000 dan UU No. 34/2004 tentang TNI sebenarnya mengamanatkan pidana umum ditangani peradilan sipil.

Namun, Pasal 74 UU TNI justru mempertahankan status quo UU No. 31/1997 tentang Peradilan Militer.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan