Catatan Penelitian IYL (2): Menjadi Siswa Dadakan di Finlandia

  • Bagikan
Lanjutan penelitian disertasi doktor Ichsan Yasin Limpo di Finlandia. (Foto: IST/FAJAR.co.id)
Khusus di sekolah setingkat SMA yang saya kunjungi, tercatat ada 470 siswa yang lokasinya di Historical Finland atau berada di pusat kota. 2/3 siswa mereka ada yang di tes masuk, karena sebagian ingin belajar tari, music, dan keterampilan khusus lainnya. Dari jumlah siswa tersebut, ada 43 guru yang menangani. Masing-masing, 36 guru mata pelajaran, 3 guru khusus, 2 student consuler, 1 guru kelas (wali kelas), dan 1 asisten. Tentang mata pelajaran, ada subjek yang wajib, dan pilihan. Subjek wajib jumlahnya 14, dan hanya diajarkan di awal kelas 7 saja. Sementara di kelas 8, ada beberapa yang tidak wajib. Seperti seni, music dan visual art. Total jumlah pelajaran hanya 10, dan tambahan maksimal 2, seperti memilih belajar bahasa. Di sekolah setingkat SMA atau di grade 7-9 jam pelajarannya maksimal 30 sampai 32 jam per minggu. Lalu, bagaimana dengan kurikulum baru 2016? Ada yang menjadi pembeda, yakni dalam hal kemampuan mentransfer kompetensi ilmu, kompetensi IT, kehidupan kerja management dan kehidupan sehar-hari. Lainnya, evaluasi kepada siswa tidak berdasar pada angka, tapi dilakukan dengan cara interaksi antara guru dan siswa. Model evaluasi ini di kurikulum baru, diterapkan di kelas 7. [caption id="attachment_249576" align="aligncenter" width="300"] Lanjutan penelitian disertasi doktor Ichsan Yasin Limpo di Finlandia. (Foto: IST/FAJAR.co.id)[/caption] Berdasar catatan dari studi komparasi, maka ada beberapa yang menarik untuk kita jadikan contoh dalam mengejar ketertinggalan kita di sektor pendidikan. Diantaranya tentang kualitas dan kemampuan guru, menciptakan suasana belajar-mengajar yang nyaman dan bersahabat, memperhatikan jumlah mata pelajaran, jam belajar per minggu, maupun dalam melihat potensi dan kemampuan para siswa.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan