Minimnya tindak lanjut Pemprov Kaltim selepas mengucurkan hibah terungkap dari sidang lanjutan dugaan penyalahgunaan hibah di LPK Jmicron yang bergulir di Pengadilan Tipikor Samarinda, Kamis (1/3).
FATURRAHMAN, mantan ketua tim bansos dan hibah di Dinas Pendidikan (Disdik) Kaltim, mengakui rekomendasi pemberian hibah untuk lembaga pendidikan berasal dari tim yang diketuainya. Namun, untuk pengawasan, pihaknya angkat tangan.
“Untuk pengawasan, kami tak bisa berbuat banyak karena tak dapat tembusan siapa saja yang disetujui untuk menerima hibah atau bansos dari Biro Sosial (Pemprov Kaltim),” ucapnya saat bersaksi untuk terdakwa tunggal dalam perkara ini, Ednand Apria Danthus.
Untuk monitoring kelayakan dokumen pengajuan hingga sekretariat penerima hibah, diakuinya, diserahkannya penuh ke staf untuk menilik. Jika sudah sesuai, direferensikan layak menerima bantuan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial (Bansos) dan Hibah serta Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim Nomor 60 Tahun 2012. “Tentu jumlahnya disesuaikan anggaran yang digelontorkan untuk hibah atau bansos,” sambungnya.
Rekomendasi yang diberikannya itu tertuju ke Biro Sosial Pemprov Kaltim karena anggaran seluruhnya berada di sana. “Jadi, semula pemohon mengajukan ke biro sosial. Di sana dipilah berdasarkan instansi yang sesuai tujuannya. Misal, saya di Disdik menangani verifikasi kelayakan pemberian hibah untuk lembaga yang bergerak di bidang pendidikan,” jelasnya di depan majelis hakim yang diketuai Joni Kondolele didampingi Fery Haryanta bersama Anggraeni.
Nah, kendala timbul setelah hibah diberikan. Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Kaltim semua diproses di Biro Sosial. “Pengawasan memang di kami (pemberi rekomendasi). Tapi, siapa saja yang diberikan kami tak tahu karena tak ada tembusan ke kami,” katanya.
Hakim anggota, Fery Haryanta, langsung mencecar saksi yang dihadirkan JPU Doni tersebut berkelindan pemberian hibah yang justru tak terpantau tersebut. “Kalau ada masalah kayak kasus ini gimana? Masalah hibah yang masuk ke pengadilan selalu sama, LPj (laporan pertanggungjawaban) dimanipulasi. Masa iya, dikasih begitu saja. Selebihnya enggak tahu apa-apa,” ketusnya tanpa jawaban pasti dari saksi Faturrahman. “Semua berpedoman Permendagri dan Pergub, majelis,” jawabnya singkat.
Pertanyaan jebakan sempat dilemparkan JPU seputar aturan permohonan hibah yang mengharuskan sesuai dengan akta notaris pembentukan lembaga. “Boleh tidak jika nama di akta notaris dan pemohon hibah berbeda?” tanya Anggraeni. Untuk itu, ditegaskan saksi, jika pemohon hibah harus sesuai dengan akta notaris. “Lalu, di LPK Jmicron ini, terdakwa tak tercantum di akta notaris yang diajukan sebagai syarat permohonan hibah. Kok bisa dapat,” lanjutnya tanpa jawaban.
Dalam perkara ini, Ednand didakwa dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 21 Tahun 2001. Hibah yang diterima Jmicron senilai Rp 1,4 miliar diduga tak sesuai peruntukan yang telah tertuang dalam proposal pengajuan hibah. Jadi, LPj yang dibuat justru berujung manipulasi. (*/ryu/iza/k11)
Soal Bantuan Hibah Tim Lengkap, tapi Pengawasan Tak Ada yang Bisa Tanggung Jawab
