Anak Muda dan Algoritma Kesejahteraan Baru Masa Depan

  • Bagikan
Oleh : Muh. Shadri Kahar Muang “Hidup itu sederhana, Goreng, Angkat, lalu Tiriskan…” Sepetik itu kebijaksanaan dari ‘anak jaman now’ yang mampu menggambarkan bagaimana seorang Arthur Schieber yang pada awal mulanya menciptakan mesin enigma sebagai resepsi kesejahteraan. Arthur menjadi anak muda yang menangkap gelisah manusia Jerman yang sedang gandrung menggunakan electrical connection, semacam alat untuk mengotomastisasi pekerjaan mengonversi huruf menggunakan tabel. Ketika itu, awalnya Arthur Scherbius nawaitunya hanya memproduksi dan memperjualbelikan secara komersil mesin enigma buatannya itu ke khalayak umum dengan dalil kesejahteraan. Enigma digadang-gadang sebagai mesin sandi teraman di dunia, karena mekanisme sandi berlapis dan dapat dirubah-rubah yang membuat setiap karakter dalam pesan memiliki 1,59 x 10^14 kemungkinan penyelesaian. Malang tak bisa ditolak, alat kesejahteraan versi Arthur menjelma seketika menjadi senjata paling membunuh pada Perang Dunia II. Mesin yang kita sangka menyejahterakan justru adalah racun pembunuh bagi kita. Fenomena yang menarik dari simalakama sebuah teknologi adalah himpunan narasi tentang teknologi yang lebih cerdas, lebih mumpuni, dan lebih memahami manusia ketimbang manusia itu sendiri. Google, Instagram, Facebook, dan banyak media sosial yang kita gunakan saat ini punya catatan sahih tentang apa saja yang kita bagikan, apa yang kita bicarakan, apa yang kita sukai, buku apa yang kita baca, hingga kecenderungan apa yang kita pikirkan. Narasi teknologi yang lebih cerdas inilah yang kita manfaatkan sebagai program tepat untuk menyejahterakan hidup kita di masa ini dan masa mendatang. Sistem algoritma Google dan sosial media lainnya mengikuti algoritma yang terjadi dalam sistem kognitif manusia saat berpikir. Ketika membuka dan mengetikkan pencarian Google, tentu terma pencarian sebelumnyalah yang ditampilkan, atau postingan facebook teratas yang kita jumpai adalah postingan mereka yang sering berinteraksi dengan kita. Begitu juga berbelanja di toko online. Kita dengan mudah akan di jajakkan seluruh barang yang pernah kita beli disitu, atau yang sedang kita inginkan. Apa yang terjadi kemudian adalah dalil kesejahteraan yang kita bangun dengan entitas teknologi ini, kemudian mulai menguasai hidup kita tanpa kita sadari. Evolusi atau seleksi alam akan digantikan oleh teknologi baru, masa depan adalah era kecerdasan buatan yang lalu dengan cepat akan mengambil alih sebagian besar pekerjaan manusia untuk dikerjakan dengan komputer, robot dan mesin. Banyak manusia jadi pengangguran, muncul kelas baru yang mengendalikan semua lini kehidupan. Kisah berikutnya adalah, manusia tidak hanya akan kehilangan dominasinya atas dunia, tapi manusia akan kehilangan seluruhnya. Bahkan Yuval Noah Harari mendogma bahwa ancaman terbesar bagi spesies manusia di masa depan adalah alogaritma yang kita susun sendiri yakni otomaton bernama Artificial Intelligence dan Rekayasa Genetika. Ada dua jalan alogaritma bagi anak muda untuk menghindari hegemoni teknologi ini dan menghadirkan kesejahteraan sosial baru di dunia yang sebentar lagi akan disesaki oleh mesin dan seperangkat kecerdasan buatan. Kedua hal ini mesti di pahami dalam membangun kesejahteraan sosial baru bagi Indonesia, yakni pertama adalah literasi kesadaran. Kedua, membangun kebudayaan transformatif. Literasi kesadaran Literasi kesadaran adalah alogaritma yang telah disebutkan Marcelo Gleiser bahwa, kedudukan manusia mengalami pemulihan kembali dalam diskursus astronomi mutakhir dengan meliterasi kesadarannya. Literasi kesadaran artinya proses membaca, memahami, merekam, menuliskan, dan mencintai seluruh informasi akan kesadaran dan jati diri kebangsaan dan memformulasikannnya ke dalam seperangkat aksara kesadaran baru yang menyejahterakan. Tahapan literasi kesadaran dimulai oleh anak muda Indonesia dengan kerja-kerja literatur yang mendukung sistem kesadaran kebangsaan anak muda. Setelah itu, informasi itu kemudian diolah, dianalisis, direkam dalam basis data, dan dibangun menjadi narasi yang menghadirkan kesadaran kita tentang kehidupan gotong royong, kerja sama, membangun pendidikan, ekonomi, sosial budaya dan teknologi yang berkhidmat pada kehidupan kebangsaan yang menyejahterakan banyak pihak. Literasi Kesadaran ini akan menjadi semacam garis-garis besar haluan anak muda dalam mencandra masa depan. Membangun kebudayaan transformatif Jack Ma sepertinya sudah mahfum dengan mengatakan “Kita harus mengajarkan sesuatu yang unik kepada anak-anak kita yaitu dengan mengajarkan softskill yang tak dimiliki robot”. Bagi Founder Alibaba Group ini alogaritma kedua yang mesti dimiliki anak muda adalah kebudayaan transformatif. Kebudayaan Transformatif adalah proses akumulasi historis melalui interaksi dinamis dan saling pengaruh antar nilai luhur keragaman kebangsaan dengan laku penyadaran, pemberdayaan, dan pembelaan. Tahap awal adalah anak-anak muda Indonesia merasakan khazanah nilai-nilai luhur yang bersifat tradisional lalu dengan modal itu mereka secara bebas ingin meneliti segala hal ihwal khazanah tradisi, kemudian dilanjutkan dengan menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar hakikat segala sesuatu dan segala sesuatu menurut perinciannya. Pada tahap berikutnya dilakukanlah kerja-kerja penyadaran, pemberdayaan, dan pembelaan. Anak muda punya pilihan, sejahtera dengan alogaritma baru berbasis kemanusiaan atau punah oleh alogaritma mesin atas nama kesejahteraan. Wallahu Ya’lamu, Wa Antum La Ta’lamun. (*)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan