Secuil dari Perbincangan Tentang Habibie

  • Bagikan
Entah firasat dan siapa punya “bisikan lain” ternyata dalam proses menuju jajak pendapat diam-diam Habibie telah mempersiapkan dua konsep pidato. Satu berisi tentang narasi kalau warga yang pro-integrasi meraih suara terbanyak. Kemudian satunya lagi pidato tentang kemenangan pro-kemerdekaan. Antisipasi inilah yang menurut saya sebagai justifikasi bahwa sosok Habibie betul-betul dapat dikategorikan sebagai negarawan. Bukan naluri seorang penguasa yang dapat mengambil segala cara untuk mewujudkan ambisi dan pencitraan dirinya. Padahal bisa saja beliau melakukan suatu cara mengerahkan kekuatan milliter untuk memastikan informasi bahwa suara pro-integrasi akan memenangkan jajak pendapat. Akan tetapi hal itu tidak dilakukan. Malah ibarat ‘nothing to lose’ dan berbesar hati sehingga mempersiapkan dua konsep pidato. *** Sifat kenegarawanan dan demokratis Habibie selain yang muncul dalam bincang tersebut, ada juga beberapa catatan saya tentang Habibie ketika menduduki kursi presiden dalam masa transisi 1998 - 1999. Sejarah juga mencatat dalam masa kepresidenan Habibie terjadi perubahan undang-undang (UU) terkait kebebasan pers. Lahirnya UU Pers No. 40 Tahun 1999 yang substansinya meminjam istilah Philippe Nonet dan Philip Selznick sebagai hukum yang responsif. Hukum yang merespon perkembangan keinginan masyarakat di era reformasi. Era yang menjunjung tinggi nilai-nilai HAM dan demokratis. Oleh karena dalam UU Pers tidak lagi mengatur persoalan perizinan (SIUPP) dan menghapus kebijakan breidel dan sensor.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan