Secuil dari Perbincangan Tentang Habibie

Hal lain narasi historis yang dapat dikatakan fenomenal keluar dari pakem politik konvensional. Kalau seorang politikus selalu berupaya untuk meraih kekuasaan meskipun nilai-nilai moral terkadang dinafikan. Seorang Habibie lain lagi, ketika dalam masa transisi laporan pertanggungjawabannya sebagai presiden (1998 - 1999) di Sidang Umum MPR ditolak Ia tetap merasa legowo. Kemudian menganggap dirinya tidak pantas lagi untuk ikut kontestasi pada pemilu berikutnya yang akan dilakukan secara demokratis. Meskipun “godaan” dari Golkar sebagai partai yang terbilang masih memiliki kekuasaan ketika itu tetap mengharapkan Ia maju sebagai calon presiden. Secara logis dan santun beralasan bahwa bagaimana mungkin Ia menerima ajakan itu sedangkan Golkar sendiri tidak mampu mem-back up laporan pertanggungjawabannya di sidang umum tersebut.
Lagi-lagi inilah yang membedakan politikus jaman now yang tetap percaya diri maju dalam kontestasi politik meskipun sudah jadi tersangka kasus tindak pidana korupsi. Kajian terhadap sikap politik Habibie seperti ini menurut pendakuan Fachry Ali dalam bukunya Esai Politik tentang Habibie (2013), dikatakan Habibie memiliki keunikan basis politik dibanding dengan para pemimpin politik lainnya. Sehingga Fachry Ali berani membuat proposisi bahwa Habibie sesungguhnya telah melakukan sebuah political breakthrough (terobosan politik) dalam sejarah kepemimpinan politik nasional.(*)
*Tulisan ini sudah dimuat di Harian FAJAR. Dan diterbitkan kembali untuk mengenang presiden ketiga Indonesia, BJ Habibie.