Namun pada kenyataannya, kebijakan social distancing belum memberikan dampak yang signifikan dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di Indonesia. Kurang lebih 1 minggu setelah himbauan tersebut dikeluarkan oleh presiden Jokowi, angka kasus infeksi virus masih meningkat begitupun dengan angka korban jiwa. Disisi lain, masih banyak pihak baik publik maupun pemerintah yang menolak terang-terangan opsi lockdown. Hal ini berakar dari pertimbangan mengenai dampak sosio-ekonomi yang akan paling dirasakan oleh kaum pekerja serta masyarakat kelas menengah ke bawah di Indonesia apabila kebijakan tersebut hendak dilakukan. Lebih lanjut, dampak sosial-ekonomi tersebut mencakup antara lain kemungkinan kelangkaan suplai kebutuhan pokok, berkurangnya pendapatan masyarakat, hingga bahkan belum meratanya akses terhadap fasilitas kesehatan publik.
Maka dari itu, pemerintah dalam hal ini, apabila ingin benar-benar menghalau penyebaran COVID-19, harus mengeluarkan kebijakan yang berfungsi sebagai social safety net bagi masyarakat disamping kebijakan yang bersifat enforcement. Berkaca dari negara Inggris, pemerintah disana menggelontorkan dana khusus untuk membiayai 80% dari total gaji para kaum pekerja (CNN, 2020). Demikian pula di Amerika dimana pemerintah negara bagian mengusung kebijakan pengisian ulang terhadap suplai kebutuhan pokok di toko-toko (CNN, 2020). Adanya social safety net tersebut memperlancar penerapan kebijakan enforcement karena memberikan jaminan terhadap kelangsungan kepentingan baik dari pihak pekerja di masyarakat (civil society) maupun pihak swasta (bussiness). Tentunya, hal ini perlu disesuaikan dengan kekuatan finansial dari pemerintah sendiri, namun tetap berfokus pada tujuan pemberian jaminan kepentingan bagi pihak masyarakat pada umumnya.