FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengungkapkan bahwa pihaknya mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait pembayaran dana bagi hasil (DBH) 2019 ke pemerintah daerah dalam rangka penanganan Covid-19.
“Terkait dengan DBH yang kurang bayar hasil tahun anggaran 2019 itu, kami sudah memberikan surat resmi kepada Menteri Keuangan tanggal 28 April 2020,” jelasnya melalui telekonferensi pers, Senin (11/5).
Pasalnya, sebelumnya, bendahara negara tersebut menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tak memiliki dana bantuan sosial (bansos) terkait untuk penanganan Covid-19 dan menunggu BPK untuk melakukan audit untuk membayar DBH tersebut.
“Untuk dipahami Covid-19 itu terjadi di 2020, sedangkan yang dipersoalkan ini kurang bayar 2019 dan belum ada Covid pada saat itu. Jadi tidak ada hubungannya,” terangnya.
Menurut dia, Covid-19 hanya akan berpengaruh kepada pelaksanaan tahun anggaran 2020 dan tidak untuk tahun sebelumnya.
Adapun tanggapan surat resmi bernomor S-305/MK.07/2020 kepada Menkeu yang dirangkum JawaPos.com (grup fajar.co,id) adalah:
Alokasi Dana Bagi Hasil tahun 2019 sebagaimana ditetapkan Perpres No. 129 Tahun 2018 tentang Rincian APBN Tahun 2019 menjadi dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh karena itu, penundaan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat (dalam hal ini Kementerian Keuangan) akan menyebabkan mismatch antara Pendapatan dan Belanja dalam APBD dalam jumlah yang signifikan
Adanya Utang DBH di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (1.KPP) selama ini, secara tidak langsung merupakan pernyataan bahwa Pemerintah Pusat menggunakan DBH tersebut sebagai sumber pembiayaan spontan (spontaneous financing) untuk kepentingan Pemerintah Pusat. Meskipun, kebijakan tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan ayat (5) Pasal 11 Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2019 terkait prioritas penyelesaian kurang bayar DBII sampai dengan Tahun Anggaran 2018.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Covid-19 terjadi di Tahun 2020 sehingga seharusnya hanya akan berdampak bagi pelaksanaan Anggaran Tahun 2020. Apalagi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tidak mengubah pasal 11 sampai dengan pasal 24 terkait DBH pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Oleh karena itu, pelaksanaan alokasi DBH tahun 2019 seharusnya disalurkan dengan menggunakan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk Tahun Anggaran yang sama.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak pernah secara spesifik melakukan pemeriksaan yang secara khusus dibuat untuk Pemeriksaan Penerimaan Negara. BPK hanya memasukkan pengujian atas penerimaan negara sebagai bagian dari pemeriksaan atas LKPP. Dengan demikian, prosedur yang dilakukan adalah dengan melakukan uji petik untuk menguji kewajaran dari nilai penyajian Penerimaan Negara.
Dari penjelasan di atas, Kementerian Keuangan sesungguhnya dapat menggunakan realisasi penerimaan pada LKPP 2019 Unaudited sebagai dasar perhitungan alokasi pembayaran DBH dengan tetap mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (jpc/fajar)