Terpisah, Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik menuturkan memang ada izin yang diberikan ke Pemkab Gowa. Izin diberikan sudah melalui pertimbangan dan tidak menyalahi aturan.
"Ada izinnya. Diizinkan untuk isi kekosongan jabatan, serta tour of duty atau mutasi untuk percepatan penanganan covid-19 serta dampak sosial dan ekonominya di Kabupaten Gowa," ungkapnya.
Ditambahkannya, izin mutasi tentu akan sangat hati-hati dan selektif untuk diberikan. Salah satunya karena pertimbangan kekosongan jabatan. Pihaknya tentu tidak akan sembarangan.
"Pemerintah akan sangat objektif. Hal ini juga karena menyangkut netralitas ASN. Jadi ASN tentu harus tegas wujudkan netralitas," tukasnya.
Masih Diragukan
Larangan mutasi tertuang dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 71 Ayat 2 yang berbunyi gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan. Kecuali ada persetujuan tertulis dari menteri.
Pakar Tata Negara Fakultas Hukum Unhas, Prof Achmad Ruslan mengatakan, aturan larangan memutasi itu sangat jelas dan wajib ditaati. Jika tidak, petahana melanggar ketentuan mutasi pejabat berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota atau biasa disebut Undang-Undang Pilkada.
Sesuai Pasal 71 Ayat 5, bila melanggar bisa mendapatkan pembatalan atau diskualifikasi sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten atau Kota. Selain itu, ada pula ancaman pidana penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak Rp6 juta berdasarkan Pasal 190.