FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sejumlah saksi terkait ekspor benih lobster atau benur.
Lembaga antirasuah memeriksa Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI Rina, serta Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I (Soekarno Hatta) Habrin Yake.
KPK kemudian menyita berbagai dokumen terkait bank garansi senilai Rp 52,3 miliar, yang diduga bersumber dari para eksportir untuk mendapatkan izin ekspor benur di KKP tahun 2020.
Selain itu, KPK juga menyita satu unit mobil pascapemeriksaan terhadap saksi Robinson Paul Tarru yang berprofesi sebagai pengacara, Jumat (19/3).
Mobil tersebut diduga milik Staf Khusus Menteri KKP Andreau Pribadi Misanta yang telah ditetapkan sebagai tersangka. "Pada yang bersangkutan dilakukan penyitaan satu unit mobil yang diduga milik tersangka APM," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (22/3).
Dalam kasus tersebut, mantan Menteri KKP Edhy Prabowo diduga menerima uang dari Direktur Utama PT Dua Putera Perkasa (DPP) Suharjito. Perusahaan Suharjito sepuluh kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Ekspor benih lobster hanya dapat melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.
PT ACK diduga menjadi satu-satunya ekspedisi ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
Kemudian, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Para calon eksportir diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
KPK pun akhirnya menetapkan enam tersangka penerima suap yaitu Edhy Prabowo, Staf Khusus Menteri KKP Syafri dan Andreu Pribadi Misanta, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi, seorang staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Asisten Pribadi Menteri Amiril Mukminin.
Mereka disangka melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Suharjito sendiri sebagai pemberi suap telah berstatus sebagai terdakwa dalam persidangan. Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp 2,146 miliar yang terdiri dari USD 103 ribu dan Rp 706.055.440 kepada Edhy Prabowo. (jpnn/fajar)