“Kemudian ayah saya buka jendela, dia duduk di depan dipan saya dan bilang 'nak, ayah hanya ingin menyampaikan satu hal. Hidup ini pilihan',” sebutnya.
"Kalau kamu memilih nggak mau ngapai-ngapain, tidur saja disini. Ya tidak apa-apa. Kami sebagai orangtua paling bisa mendukungmu,” ujarnya meniru ucapan sang ayah.
"Tapi kalau itu pilihanmu, seumur hidup kamu akan selalu merasa sedih. Karena kamu akan selalu bandingkan hidupmu dengan orang lain."
Sang ayah kemudian menjabarkan pilihan kedua. Itu seperti mendorong mobil di jalanan yang terjal. Tidak boleh berhenti, karena kalau berhenti mobilnya turun lagi.
Mobil mogok tersebut, lanjut sang ayah, harus terus didorong. Kalau capek tidak apa-apa pelan tapi tetap dorong.
Setelah dinasehati sang ayah, Handy kemudian merenung. 10 menit kemudian ia keluar dari kamar dan memutuskan pergi ke sekolah.
"Sejak hari itu, saya dorong mobil (semangat) saya. Susahnya setengah mati. Tapi kalau saya tidak berani dorong itu tidak sampai saya di sini," kenangnya.
Tidak mungkin ia bisa melihat luasnya dunia. Melihat indahnya Lombok, New York, Paris, hingga Gorontalo.
Jadi ia mengirim pesan kepada semuanya bahwa setiap orang pasti punya kesusahannya. Dan ada bagian kesusahan yang hanya dibuat oleh Allah untuk anda sendiri untuk dihadapi.
"Berhentilah berharap orang lain mengerti apa yang anda susahkan. Satu-satunya cara adalah menghadapinya," pesannya.
Karena, sambunngnya, ketika anda berani menghadapi itu maka ada sebuah kekuatan yang diberikan oleh yang maha kuasa yang tidak diberikan kepada semua orang.