Wukuf Arafah Penentu Ibadah Haji, Bagaimana Jika Sedang Haid?

  • Bagikan
Ilustrasi -- Wukuf di Arafah

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Wukuf atau berdiam (hadir) di padang Arafah mulai dari tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah sampai terbitnya fajar shadiq hari Nahar menjadi bagian sentral ibadah haji yang diwajibkan sekali dalam seumur hidup.

Wukuf di Arafah termasuk salah satu rukun haji bahkan inti dari haji itu sendiri.

"Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda; Haji itu adalah wukuf di Arafah, maka barang siapa yang telah melakukan wukuf di Arafah sebelum terbit fajar, maka ia sungguh telah menjalankan haji" (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan lainnya, hadits sahih).

Meski tuntutannya dasar hanya berdiam, jamaah haji tidak mungkin hanya berdiam diri. Mereka dianjurkan untuk berdoa dan melakukan sejumlah ibadah lainnya sebagaimana dilansir dari situs resmi Nahdlatul Ulama (NU).

Sebelum wukuf, disunnahkan mandi terlebih dahulu. Alasannya karena wukuf merupakan ibadah yang bersentuhan dengan perkumpulan banyak orang, sehingga disyariatkan mandi terlebih dahulu seperti ibadah Jumat dan shalat hari raya yang dihadiri oleh banyak orang.

Disunnahkan pula memperbanyak doa saat wukuf, yang paling utama adalah membaca doa Nabi riwayat Thalhah bin Abdillah:

Lâ ilâha illa-Llâhu waḫdahu lâ syarîka lahu. “Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya”.

Disunnahkan pula mengangkat tangan, hal ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar bahwa Nabi bersabda:

“Hendaknya beberapa tangan diangkat saat berada di dua tempat berdiam diri. (Yang dikehendaki Nabi adalah Arafah dan al-Masy’ar al-Haram).”

Durasi minimal waktu wukuf tidak dibatasi dalam jangka tertentu, bahkan meski dilakukan dalam waktu sekejap tetap sah dan mencukupi.

Namun sunnahnya adalah dimulai sejak tergelincirnya matahari di hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai terbenamnya matahari.

Ada dua kewajiban esensial dalam ritual wukuf di Arafah. Pertama, dilakukan di waktunya, yaitu rentang waktu mulai tergelincirnya matahari hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai terbitnya fajar shadiq di hari Nahar (tanggal 10 Dzulhijjah).

Yang menjadi prinsip adalah kehadiran jamaah haji/umrah meski sebentar di padang Arafah dalam rentang waktu tersebut, tidak harus wukuf di sepanjang waktu tersebut.

Dengan demikian, orang yang tidak sempat wukuf dalam waktu yang telah ditentukan, maka wukuf dan hajinya tidak sah.

Kedua, dilakukan oleh orang yang dianggap ibadahnya (ahlan lil ‘ibadah).

Wukuf sah dilakukan oleh anak kecil, orang yang tidur dan selainnya, karena mereka adalah golongan orang yang dianggap ibadahnya.

Berbeda dengan orang mabuk, orang gila atau orang yang pingsan/ tidak sadarkan diri maka wukufnya tidak sah.

Lantas bagaimana dengan jemaah haji perempuan yang tengah mengalami haid, apakah sah dan boleh melaksanakan wukuf?

Ditegaskan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Idlah bahwa salah satu adab wukuf adalah dilakukan dalam keadaan suci.

Dengan demikian, wukuf yang dilakukan jamaah haji yang tengah menstruasi adalah sah, meski ia kehilangan keutamaan wukuf dalam keadaan suci.

Al-Nawawi berkata:

Kesunnahan dan adab wukuf yang ketujuh. Yang lebih utama adalah menghadap kiblat, suci dari hadats dan menutupi aurat.

Sehingga bila seseorang wukuf dalam keadaan berhadats, junub, haid, terkena najis atau terbuka auratnya, maka sah wukufnya dan ia kehilangan keutamaan” (Syekh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, al-Idlah, Beirut-Dar al-Hadits, hal.313).

Kondisi menstruasi tidak mencegah keabsahan wukuf, sebab hanya berkaitan dengan keutamaan, bukan kewajiban.

Bila memungkinkan, jemaah haji yang tengah haid tentu lebih baik menunggu sucinya selama durasi waktu wukuf masih tersedia untuk memperolah keutamaan wukuf dalam keadaan suci.

Namun bila tidak memungkinkan, semisal dengan menunggu suci berakibat ketinggalan rombongan sehingga dapat mengancam keselamatannya, maka hendaknya ia tetap mengikuti alur pemberangkatan rombongan meski berwukuf dalam keadaan haid, sebab menjaga keselamatan diri merupakan kewajiban, sementara wukuf dalam keadaan suci adalah kesunnahan/keutamaan. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan