FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Polda Sulsel turut serta dalam penyelidikan kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus magang yang melibatkan jaringan internasional.
Kasus ini tengah diusut oleh Satuan Tugas (Satgas) TPPO Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, dan menarik perhatian karena melibatkan sejumlah kampus di Indonesia.
Menurut informasi yang diperoleh, terdapat daftar 33 kampus di seluruh Indonesia yang diduga terlibat dalam kasus ini.
Sebagian dari kampus-kampus tersebut berada di wilayah Sulsel, menjadi sorotan utama dalam penyelidikan yang sedang dilakukan oleh Polda Sulsel.
Kapolda Sulsel Irjen Pol Andi Rian Djajadi saat ditemui usai kegiatan Buka Bersama dengan ribuan anak yatim di tribun Lapangan Karebosi, Kecamatan Ujung Pandang angkat suara mengenai kasus tersebut.
Dikatakan Andi Rian, pada kasus TPPO itu, jika memang ada mahasiswa asal Sulsel yang merasa sebagai korban, maka mesti membuat laporan polisi.
"Saya sampaikan, kalau memang ada yang merasa menjadi korban, silakan lapor," kata Andi Rian, Sabtu (30/3/2024) malam.
Meskipun belum ada yang melapor, namun Andi Rian tidak menampik bahwa dirinya telah mendapatkan informasi terkait kasus tersebut.
"Kita juga sudah dapat informasi, tapi sampai saat ini belum ada yang melapor secara resmi," sebutnya.
Andi Rian bilang, dirinya telah mendapatkan informasi dari Bareskrim yang menangani kasus TPPO tersebut.
Untuk diketahui, dari kasus ini Bareskrim Polri telah menetapkan lima orang tersangka.
Para tersangka itu adalah dua perempuan yang berada di Jerman berinisial ER alias EW (39) A alias AE (37). Kemudian, WNI berinisial SS (65), MZ (60), dan AJ (52).
Dugaan TPPO ini terungkap usai adanya informasi dari KBRI Jerman terkait empat orang mahasiswa yang datang ke KBRI mengaku sedang mengikuti program ferien job.
Setelah dilakukan pendalaman, hasil yang didapatkan dari KBRI bahwa program ini dijalankan oleh 33 universitas yang ada di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 dan terbagi di tiga agen tenaga kerja Jerman.
Satgas TPPO Dittipidum Bareskrim kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga didapat fakta awal bahwa para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT Cvgen dan PT SHB.
Lalu, korban dibebankan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp150.000 ke rekening atas nama cv-gen dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Setelah LOA tersebut terbit, kemudian korban harus membayar sebesar 200 euro kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama satu sampai dua bulan.
Hal itu nantinya menjadi persyaratan dalam pembuatan visa.
Para mahasiswa akhirnya kembali dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta sampai Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.
Bukan hanya itu saja, para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa.
Para korban melaksanakan ferienjob tersebut dalam kurun waktu selama tiga bulan sejak Oktober 2023 sampai Desember 2023.
Namun, setelah diusut polisi, ternyata program ferien job bukan merupakan bagian program MBKM (merdeka belajar kampus merdeka) dari Kemendikbudristek.
Sementara itu, Kemenaker program ferienjob tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri. (Muhsin/Fajar)