FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Keresahan menyelimuti siswa-siswi Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran, Kota Bandung, setelah ruang kelas mereka dibongkar secara tiba-tiba.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa pembongkaran itu dilakukan untuk mengalihfungsikan ruangan menjadi Sekolah Rakyat.
Peristiwa ini sontak menuai perhatian publik. Bahkan, sejumlah siswa SLB disebut telah mengadukan nasib mereka langsung kepad Presiden Prabowo Subianto.
Menanggapi kejadian ini, pakar forensik digital Rismon Sianipar angkat suara.
"Kelas dibongkar, Siswa SLBN Pajajaran mengadu ke Prabowo," ujar Rismon di X @SianiparRismon (18/5/2025).
Rismon juga menyinggung betapa cepatnya isu ini menyebar di media sosial, yang memperlihatkan simpati masyarakat terhadap para siswa tunanetra yang selama ini belajar di gedung tersebut.
"Siswa-siswi SLBN A Pajajaran Kota Bandung sedang dilanda kecemasan setelah ruang kelas mereka mendadak dibongkar," ucapnya.
Sebelumnya, orang tua murid Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri A di kompleks Wyata Guna, Kota Bandung, mengaku cemas menyusul rencana pemerintah menjadikan area sekolah mereka sebagai lokasi Sekolah Rakyat program setara pendidikan dasar yang digagas pusat.
Kekhawatiran mencuat sejak dua bangunan sekolah, yakni Gedung C dan D, yang biasa digunakan untuk kegiatan belajar siswa difabel, dikosongkan.
Ironisnya, hal itu dilakukan bertepatan dengan pelaksanaan Penilaian Sumatif Akhir Jenjang (PSAJ).
“Ini anak saya kelas SMP sedang ujian, tapi pas begitu datang lihat sekolah tiba-tiba dibongkar,” ungkap Dede Yulianti (42), orang tua siswa, Jumat (16/5/2025), sebagaimana dikutip dari BandungBergerak.id.
Dede mengatakan, meski anak-anak mereka mengalami keterbatasan penglihatan, namun mereka tetap merasakan situasi yang mengganggu.
“Anak-anak memang tidak bisa melihat, tapi mereka mendengar dan kami merasakan, kami khawatir dan was-was,” tambahnya.
Ia setiap hari mengantar anaknya dari Lembang, Kabupaten Bandung Barat, demi mendapatkan pendidikan berkualitas di SLB tersebut.
SLB Negeri A Pajajaran dikenal sebagai salah satu SLB tertua di Asia Tenggara dan menjadi pilihan utama banyak orang tua dari berbagai daerah karena kualitasnya.
Tak sedikit orang tua yang rela menempuh jarak jauh agar anak mereka bisa mengenyam pendidikan di sana.
Nunik Haerani (47), warga Caringin, Kota Bandung, juga merasakan dampak positif dari pendidikan di SLB ini. Anak difabel gandanya kini lebih mandiri.
“Alhamdulillah, yang tadinya buang air di pempers, enam tahun udah lepas pempers,” tutur Nunik.
Ia menambahkan bahwa anaknya sudah mampu membaca dan mengetik, kemampuan yang diperoleh selama belajar di sekolah tersebut.
“Selama sekolah di sini, apa pembelajaran di sini nempel, terutama terkait kemandirian. Kalau harus keluar pindah kan harus adaptasi lagi dan gak gampang,” ujarnya cemas.
Untuk diketahui, sekolah ini juga memiliki asrama bagi siswa dari luar kota, namun kini fasilitas itu sudah tidak tersedia.
(Muhsin/fajar)