FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Komisaris Independen PT Pelni, Kristia Budhyarto alias Dede, melontarkan kritik pedas terhadap sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan aktivis yang menurutnya bersikap tidak konsisten dalam menyikapi berbagai kasus, khususnya yang berkaitan dengan kelompoknya sendiri.
Dede menyinggung derasnya pernyataan dari organisasi non-pemerintah (NGO) saat mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) ditangkap oleh pihak kepolisian.
“Ketika anak ITB ditangkap polisi semua NGO pemakan duit hibah USAID itu bersahutan mengeluarkan statement,” ujar Dede di X (19/5/2025).
Namun, menurut Dede, respons tersebut tidak terlihat ketika pelanggaran terjadi di lingkungan internal atau kelompok yang didukung oleh LSM tersebut.
“Giliran korban kekerasan seksual dari kelompoknya tidak ada satupun yang komentar,” tegasnya.
Dede menyebut para aktivis ini sebagai "medioker" yang hanya bergerak ketika isu yang diangkat bisa memberi keuntungan bagi kelompok atau donatur mereka.
“Jadi kalian aktivis medioker udah tau kan, cuma dimanfaatin oleh senior kalian itu," Dede menuturkan.
"Kalau menguntungkan buat NGOnya nyaring kek burung blekok, kalau ndak menguntungkan diem kek ular sawah,” tambahnya.
Sebelumnya, jagat media sosial mendadak ramai setelah informasi mengenai penangkapan seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS mencuat lewat unggahan viral di platform X.
Akun @MurtadhaOne1 mengabarkan bahwa mahasiswi tersebut diamankan oleh tim dari Bareskrim Polri akibat unggahannya yang menampilkan meme kontroversial.
“Breaking news! Dapat info mahasiswi SRD ITB barusan diangkut Bareskrim karena meme Wowo yang dia buat,” tulis akun tersebut pada Rabu (7/5/2025).
Meme yang diunggah memperlihatkan gambar rekayasa digital yang menunjukkan Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto sedang berciuman.
Gambar tersebut langsung menuai sorotan karena dinilai mengandung unsur pelanggaran etika dan kesusilaan.
Pihak kepolisian melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengonfirmasi bahwa mahasiswi tersebut kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Tersangka SSS melanggar Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE,” jelas Trunoyudo dalam keterangannya.
Pasal-pasal yang dikenakan berkaitan dengan distribusi dan/atau transmisi konten bermuatan pelanggaran kesusilaan serta pemalsuan informasi elektronik.
Kasus ini menjadi perdebatan hangat di tengah masyarakat, terlebih di tengah meningkatnya kekhawatiran soal kebebasan berekspresi dan batasan hukum di ruang digital.
(Muhsin/fajar)