FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Di sebuah sudut tenang Kota Makassar, ketika usia perlahan merayap menua, seorang pria bernama Sampara Dg Sija (64) duduk di depan rumah kecilnya di Jalan Maccini Gusung.
Rumah yang berdiri selama lebih dari enam dekade itu bukan rumah mewah, tapi penuh cerita.
Retak di dinding, bocor di atap, dan waktu yang pelan-pelan meluruhkannya menjadi saksi hidup perjalanan seorang mantan sopir kampas yang kini menggantungkan hari-hari dari pekerjaan serabutan.
Namun takdir menyisakan kejutan yang tak pernah ia bayangkan. Di tahun ke-65 hidupnya, rumah tua itu mulai diperbaiki bukan oleh tukang panggilan, bukan pula bantuan keluarga kaya melainkan dari tangan-tangan polisi.
“Alhamdulillah, saya sangat bersyukur. Terima kasih Pak Kapolrestabes,” ucap Sampara, dengan mata berkaca-kaca, saat melihat rumahnya diperbaiki oleh tim dari Polrestabes Makassar bekerja sama dengan Wahdah, dalam rangka memperingati Hari Bhayangkara ke-79, Rabu (18/6/2025).
Dinding-dinding lapuk diperkuat, seng bocor diganti, balok-balok disokong ulang. Ini bukan sekadar bedah rumah ini adalah bentuk nyata empati dan pelayanan, ketika aparat tak hanya menjaga keamanan, tapi juga menyentuh sisi kemanusiaan.
“Rumah sudah rewok begini, ada bantuan, ya saya sangat bersyukur. Tidak sangka juga, mau ulang tahun ke-65, rumah saya diperbaiki,” katanya.
Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, menyebut bahwa rumah Sampara adalah satu dari dua rumah warga tak mampu yang mereka bedah.
Selain itu, polisi juga menyalurkan bantuan sembako bagi masyarakat sekitar. Di tengah banyaknya cibiran publik, mereka memilih menunjukkan bukti lewat aksi.
Sementara itu, di tempat berbeda namun dengan semangat pengabdian yang sama, aparat penegak hukum lainnya menulis kisah perjuangan dalam lembar lain, menguak misteri hilangnya Feni Ere.
Bulan demi bulan berganti sejak Feni Ere dilaporkan hilang pada Januari 2024. Tak ada kabar, tak ada jejak. Keluarga hidup dalam tanda tanya tanpa jawaban.
Tapi bagi Ipda Abdillah Makmur, Panit Resmob Polda Sulsel yang akrab disapa Abe ini bukan sekadar perkara orang hilang. Ada sesuatu yang tak beres, dan ia memilih mendengarkan nalurinya.
“Perasaanku bilang, ini bukan sekadar orang hilang,” kata Abe, Sabtu (22/3/2025) lalu.
Dan benar saja. Di hutan dekat Toraja, lebih dari setahun kemudian, seorang warga secara tak sengaja menemukan kerangka manusia saat mengejar ayam hutan. Setelah identifikasi dilakukan, akhirnya diketahui, itulah Feni Ere.
Hari itu, air mata pecah dari keluarga yang selama lebih dari satu tahun menunggu kabar. Fita, adik Feni, hanya mampu berkata lirih.
"Terima kasih terutama ke Pak Abe dan timnya karena sudah menangkap pelaku," ucap Fita.
Orangtua Feni memeluk erat Abe, seakan ingin meluapkan seluruh beban emosi yang selama ini tertahan. Bagi mereka, polisi ini bukan lagi sekadar penyidik, tapi bagian dari keluarga.
“Kami dari keluarga dengan Pak Abe sudah seperti keluarga, sudah banyak bantu proses penyelidikan kasus almarhum," Fita menuturkan.
Lebih mengharukan lagi, selama seluruh proses itu berjalan, keluarga tidak diminta satu rupiah pun.
“Selama proses berlangsung, tidak ada sama sekali yang dibayar ke polisi,” tegas Fita.
Pelaku bernama Achmad Yani alias Amma (35) kini telah ditangkap dan diamankan di hotel prodeo pada Jumat (21/3/2025).
Penegakan hukum kembali menunjukkan wajahnya yang tegas dan tulus, membuktikan bahwa tidak ada kejahatan yang sempurna jejak mungkin terkubur, tetapi kebenaran tak akan pernah diam.
Dalam dua kisah berbeda ini, dari Sampara yang mendapat rumah baru hingga Feni Ere yang akhirnya mendapat keadilan, kita menemukan satu benang merah, pelayanan yang hadir dari hati.
Polisi bukan hanya penjaga malam yang berdiri di pos pinggir jalan. Di tangan yang sama, mereka membalut luka masyarakat, menambal harapan yang nyaris runtuh, dan mengembalikan makna keadilan ke tempat semestinya.
Nikmat polisi mana lagi yang kau dustakan? Jika mereka yang tak lagi muda bisa kembali tersenyum karena rumahnya diperbaiki, dan keluarga yang nyaris putus asa kembali percaya pada hukum, maka mungkin sudah saatnya kita melihat aparat bukan dari seragamnya, tapi dari apa yang diam-diam mereka perjuangkan di balik layar.
(Muhsin/fajar)