Tokoh NU Semprot Ulil Abshar Soal Tambang: Urus Saja PBNU, Jangan Bikin Malu Warga NU

  • Bagikan
Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla saat berbicara dalam sebuah forum (Foto: Dokumentasi/NU Online/Suwitno).

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Umar Hasibuan, kembali menyemprot Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ulil Abshar Abdalla, yang belakangan ikut berkomentar soal isu tambang.

Umar mempertanyakan motif Ulil dalam menyampaikan opini terkait kebijakan pertambangan. Ia bahkan menyinggung kompetensi Ulil dalam isu tersebut.

"Si Ulil ini bicara gini mau terkenal atau karena apa ya ges?” kata Tokoh NU ini di X @UmarHasibuan__ (22/6/2025).

Tidak berhenti di situ, Umar menyarankan Ulil untuk fokus mengurus organisasi PBNU daripada mengomentari hal-hal yang menurutnya berada di luar kapasitas Ulil.

“Lu kenapa sih Ulil jadi seperti ini? Lu bukan ahli tambang,” katanya.

“Urus saja PBNU biar kita warga NU gak malu karena bacot mu yang gak mutu gini, Ulil. Ayolah Ulil, kembali ke khittoh,” kuncinya.

Sebelumnya, ucapan Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil, yang menyebut kelompok lingkungan seperti Greenpeace dan Walhi sebagai “wahabi tambang” menimbulkan sorotan tajam dari berbagai kalangan.

Tidak sedikit pihak menilai pernyataan tersebut berpotensi mengabaikan nasib masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari kelestarian alam.

Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, angkat suara. Ia menegaskan pentingnya menjaga kelangsungan ruang hidup masyarakat, seperti hutan, pesisir, laut, dan lahan pertanian.

Menurutnya, kepedulian terhadap lingkungan bukan sekadar sikap ekstrem, melainkan bentuk keberpihakan terhadap rakyat yang selama ini hidup dari sumber daya alam secara berkelanjutan.

"Fakta di lapangan menunjukkan bahwa justru atas nama pembangunan dan maslahat nasional, masyarakat kecil yang menggantungkan hidup pada sumber daya alam secara lestari dipaksa menyerah,” ujar Daniel dikutip pada Minggu (22/6/2025).

Daniel mengkritisi keras dampak eksploitasi sumber daya alam yang tak terkendali. Menurutnya, cara-cara semacam itu hanya akan memperparah kemiskinan dan memicu bencana ekologis.

“Mereka digusur, dikriminalisasi, dan hidup dalam kemiskinan struktural,” ucapnya.

Ia juga menyayangkan sikap sebagian pengurus PBNU yang tampak mendukung aktivitas pertambangan, tanpa mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh terhadap lingkungan.

“Realitanya kerusakan yang dihasilkan oleh tambang di Indonesia sudah terlalu besar, terlalu dalam, dan terlalu sering dimaklumi,” cetus Daniel.

Daniel menyinggung contoh konkret dari kerusakan lingkungan, seperti kasus pertambangan di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Padahal, kawasan tersebut dikenal sebagai salah satu kawasan konservasi laut terbaik di dunia.

Namun demikian, ia mengapresiasi keputusan Presiden terpilih Prabowo Subianto yang mencabut empat izin tambang di wilayah Raja Ampat, yang dianggap sebagai langkah positif dalam menjaga kawasan konservasi.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kepentingan ekonomi jangka pendek tidak boleh mengorbankan keadilan ekologis dan masa depan masyarakat adat serta petani dan nelayan lokal.

"Jika tidak, ketahanan pangan dan ekosistem nasional tinggal menjadi angan-angan semata,” pungkasnya.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan