Fajar.co.id, Garut -- Peristiwa tewasnya tiga orang dalam acara pernikahan putra Dedi Mulyadi (KDM) memantik reaksi sejumlah pihak. Banyak yang menyesalkan peristiwa tragis itu. Sekaligus miris dengan kondisi masyarakat saat ini.
Salah satu yang menyoroti peristiwa itu adalah peneliti IDEAS, Made Supriatma. Melalui tulisan di akun Facebook pribadinya, Made menyampaikan sejumlah pertanyaan yang menyesakkan.
"Mengapa? Seharusnya ini adalah pesta pernikahan akbar yang menyenangkan. Yang menikah adalah anak-anak elit negeri ini. Pengantin laki bernama Maula Akbar Mulyadi Putra. Ia tidak lain daripada anak sulung gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi," tulis Made, mengawali ulasannya, dikutip Sabtu (19/7/2025)
Pengantin perempuan adalah Luthfianisa Putri Karlina. Dia adalah wakil bupati Kabupaten Garut. Putri, demikian panggilannya, adalah politisi Gerindra. Ia juga seorang dokter gigi. Selain itu, ia adalah putri sulung Kapolda Metro Jaya Irjen. Pol. H. Karyoto.
"Tidak diragukan, ini adalah pernikahan anak dari dua keluarga 'heavy weights' dalam jajaran elite Indonesia," bebernya.
Pernikahan ini hendak dirayakan dengan pesta rakyat. Hari Jumat siang kemarin, rencananya akan dibagikan makanan gratis di Pendopo Kabupaten Garut. Malamnya akan ada panggung hiburan.
Hanya saja, siang harinya acara makan gratis berujung tragis. Ribuan orang datang dan berdesak-desakan untuk mendapatkan makanan. Akibatnya, tiga orang meninggal akibat terhimpit: dua orang sipil dan satu polisi. Puluhan lainnya luka-luka.
"Saya tidak mempersoalkan perkawinan, siapa yang kawin, dan pesta rakyat ini. Saya hanya punya satu pertanyaan: Mengapa hanya demi makan siang gratis, harus ada tiga orang meninggal?" Tanya Made.
"Saya berusaha keras memahaminya. Apa yang sedang terjadi di negeri ini? Apakah orang-orang ini datang karena memang butuh makan? Ataukah mereka datang ke pendopo kabupaten karena ingin bergembira (mangayubagya) karena pemimpinnya memulai hidup baru dengan menikah?" Sambungnya.
Jika yang terakhir yang terjadi, lanjutnya, tentu orang tidak perlu berdesak-desakan kan? Sama seperti kita jagong manten, kita antre makan dengan tertib dengan keyakinan semua orang akan dapat bagian.
Mungkin ada yang berargumen bahwa ini adalah kesalahan manajemen pembagian makanan. Ya mungkin. Tapi itu tidak menjawab pertanyaan saya:
Mengapa pertama-tama orang datang ke sana? Jelas karena ada undangan. Tapi undangan seperti ini kan bisa diabaikan kalau orang punya pekerjaan atau urusan lain yang diselesaikan. Urusan makan gratis biasanya bukan prioritas kalau orang punya pekerjaan.
Tentu ada yang tidak biasa dalam kondisi masyarakat kita sekarang ini. Orang berebut makanan sehingga 3 meninggal dan puluhan luka-luka? Orang meninggal karena berdesak-desakan menonton konser atau pertandingan olah raga, itu masih bisa saya pahami. "Karena antre makan siang?, " sesalnya.
"Anda boleh menyepelekan ini. Saya tidak. Untuk saya, ini adalah pertanda sesuatu sedang terjadi di negeri ini. Sesuatu yang serius. Para politisi atau elite itu kasih uang duka dan kemudian pasang muka sedih di media. Tapi ini tidak menyelesaikan persoalan. Karena masalahnya ada di dasar, di pondasi kekuasaan mereka," demikian ulasan Made Supriatma. (sam/fajar)