Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Proses penyelidikan kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bermula dari Laporan Hasil Analisis PPATK dan pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada KPK. Dari laporan itulah, KPK melakukan penyelidikan hingga memastikan ada tindak pidana di dalamnya.
Korupsi dana CSR BI dan OJK menggunakan modus operandi melibatkan pembentukan panitia kerja di Komisi XI DPR untuk membahas anggaran BI dan OJK.
Melalui Panitia Kerja atau Panja Komisi XI, kemudian dibangun kesepakatan terselubung pembahasan anggaran CSR. BI memberikan kuota 10 kegiatan per tahun dan OJK 18-24 kegiatan per tahun melalui yayasan yang dikelola anggota dewan tersebut.
Ironisnya, Bank Indonesia maupun OJK memberikan dana CSR yang tidak diperuntukkan sebagaimana proposal yang diberikan.
Masing-masing tersangka yakni Heri Gunawan menggunakan dana CSR BI dan OJK sebesar Rp15,86 miliar untuk membangun rumah makan, pembelian tanah, dan kendaraan.
Tersangka lainnya, Satori juga menggunakan dana CSR BI dan OJK untuk kepentingan pribadi. Satori menggunakan dana Rp12,52 miliar untuk deposito, showroom, dan aset pribadi lainnya.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa penetapan tersangka tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 52 dan 53.