Kompak Korupsi, Mantan Dekan dan Bendahara Dituntut 6,5 Tahun

FAJAR.CO.ID, SAMARINDA- Mantan Dekan Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Mulawarman (Unmul), Gusti Hafiziansyah dan Siti Mutmainah (bendahara Faperta Unmul) dituntut hukuman penjara berbeda oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda, Selasa (6/2) sore kemarin.
Gusti dan Siti dihadapkan ke persidangan karena keduanya diduga terlibat kasus korupsi Dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa dana untuk pengembangan dana pendidikan dan pengembangan Faperta dengan anggaran sebesar Rp 2,2 miliar 2011 lalu. Diduga ada dana yang digunakan tak semestinya sehingga mengakibatkan negara merugi sekitar 200 juta lebih.
Tim JPU beranggapan, sesuai alat bukti dan keterangan saksi-saksi selama proses persidangan berlangsung, perbuatan Gusti dianggap terbukti melanggar pidana pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
“Kami menuntut terdakwa (Gusti, Red) penjara 6 tahun 6 bulan (6,5 tahun),” ujar JPU Pearlin membacakan surat tuntutan.
Tak hanya itu, Gusti didenda Rp 200 juta atau ganti kurungan penjara 3 bulan jika tak membayarnya. JPU juga meminta agar Gusti membayar uang pengganti (UP) kerugian sebesar Rp 202.066.950 dan bila tak bisa membayarnya, maka harta benda Gusti disita untuk dilelang untuk mengganti UP. Dan bila Gusti tak punya harta benda untuk mengganti UP, maka akan dipenjara selama 3 tahun 3 bulan.
Sementara Siti juga dijerat pasal 2 dengan Undang-undang yang sama dengan Gusti. Namun tuntutan hukumannya lebih ringan. Siti dituntut penjara 4,5 tahun dan denda Rp 200 juta sub 3 bulan penjara.
“Hal memberatkan harusnya para terdakwa dengan status PNS-nya bisa memberikan teladan ke masyarakat. Sementara yang meringankan selama persidangan terdakwa sopan,” ujar JPU lagi.
Menanggapi tuntutan JPU, ketua majelis hakim Burhanudin didampingi Joko Sutrisno dan Ukar Priambodo mempersilakan kuasa hukum Siti maupun Gusti untuk melakukan pembelaan (pledoi).
“Kami minta waktu seminggu yang mulia,” tutur kuasa hukum Gusti, Supiatno. (rin)