Revisi UU KPK, Saut Situmorang: Tidak Relevan dengan Piagam Antikorupsi PBB

“Selanjutnya, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas,” ucap Agus.
Terkait hal itu, kata Agus, KPK pun menolak revisi UU KPK tersebut. “Apalagi jika mencermati materi muatan RUU KPK yang beredar, justru rentan melumpuhkan fungsi-fungsi KPK sebagai lembaga independen pemberantas korupsi,” kata Agus.
Menurut Agus, korupsi terlalu mengakar sejak lama. Pejabat-pejabat yang dipilih menyalahgunakan kewenangan yang dipercayakan untuk kepentingan pribadi. “Kenyamanan mereka melakukan korupsi tampaknya memang sangat terganggu dengan kerja KPK, terganggu dengan masyarakat yang selalu mendukung KPK ketika ada upaya-upaya melumpuhkan KPK,” tambah Agus.
Korupsi pun menjadi biaya tambahan yang justru akan semakin membebani para pelaku usaha dan membuat investor berhitung ulang jika ingin memutuskan investasinya di sebuah negara. “Di tengah upaya Presiden meyakinkan para investor untuk menanamkan modal di Indonesia, maka penguatan pemberantasan korupsi akan menjadi bagian dari strategi tersebut,” ungkap Agus.
Dikatakannya, pelaku pejabat publik terbanyak adalah para anggota DPR dan DPRD yaitu dalam 255 perkara. Kemudian kepala daerah berjumlah 110 perkara. “Mereka diproses dalam kasus korupsi dan ada juga yang dijerat pencucian uang. Ini baru data sampai Juni 2019. Setelah itu, sejumlah politikus kembali diproses,” tambah Agus.