FAJAR.CO.ID, MAKASSAR--Pengembang dan calon pembeli (user) sama-sama waswas. Harapan menjual dan membeli rumah, tak selancar tahun lalu.
ROLA, 38 tahun, buruh lapangan di sebuah perusahaan properti, tak bisa menyembunyikan kecewa. Harapannya mendapatkan rumah subsidi nyaris tinggal kenangan. Gigit jari.
Penyebabnya, pengembang memaksanya segera akad, tetapi bukan dengan skema subsidi. Ia diminta akad dengan model komersial.
Artinya, rumah yang akan dibelinya dengan sistem kredit kepemilikan rumah (KPR). Mengacu pada suku bunga berjalan.
Warga Kota Makassar ini memilih rumah subsidi di kawasan Moncongloe, Maros. Daerah yang berbatasan dengan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Makassar. Ketidakpastian cairnya dana subsidi membuatnya khawatir.
"Mungkin saya batal. Dengan skema komersial, angsuran bulanannya akan terus naik mengikuti suku bunga. Sementara rumah subsidi, tarif angsurannya flat (harga tetap)," keluhnya kepada FAJAR, kemarin.
Sebenarnya, ia sudah memasukkan uang tanda jadi kepada pengembang. Nilainya Rp5,5 juta. Dengan tak kunjung cairnya dana subsidi dari pemerintah pusat, pengembang juga tak ingin menahan unit rumahnya berlama-lama. Mereka ingin segera menjual agar makin tak terbebani kredit pembiayaan konstruksi setiap jatuh tempo.
"Katanya pengembang sudah ketemu pihak bank, dan dipastikan tidak ada subsidi cair. Jadi pengembang menjual rumah subsidinya dengan cara komersial," imbuhnya.
Ia pun mengaku sudah didesak pengembang agar segera akad kredit dengan skema komersial. Jika tak mau, maka unit rumah yang telah di-booking dengan panjar dana tanda jadi, terancam akan diserahkan kepada calon user lain.