Kambing Semot

  • Bagikan

Oleh Dahlan Iskan

FAJAR.CO.ID-- Tidak ada babi di Xinjiang. Yang dalam bahasa Mandarin disebut zhurou (猪肉).

Ups, ada. Hanya namanya tidak disebut babi (zhuru).

Provinsi paling barat Tiongkok itu penduduknya mayoritas Islam. Yang bukan Islam tidak ingin menggunakan kata yang sensitif itu --babi.

Bagaimana kalau sesama pemakan babi ingin janjian ke rumah makan yang ada sajian babinya?

Mereka menggunakan kata sandi --darou (大肉)-- sebagai pengganti zhuru.

Tentu Robert Lai tidak pernah mengajak saya ke resto yang ada 'daru'-nya. Ia pun puasa daru selama 10 hari bersama saya di Xinjiang.

Memang ia begitu. Selalu menjaga saya. Di daerah mana pun di Tiongkok.

Justru ialah yang selalu memeriksa menu. Halal atau tidak. Sebelum memesan makanan di sebuah restoran.

Di Xinjiang hanya restoran tertentu yang menyajikan 'daru'. Pada umumnya restoran di sana menyajikan makanan halal.

Pagi kambing.

Siang kambing.

Malam kambing.

Sate kambing Xinjiang luar biasa terkenalnya. Rasanya --lebih-lebih ukurannya.

Masakan Xinjiang pun merambah sampai ke semua kota besar di Tiongkok.

Istri saya, putri saya, cucu saya semua penggila sate Xinjiang. Kadang sampai membawa tepak. Sate itu dilepasi. Dimasukkan tepak. Dibawa pulang --sampai Indonesia.

Saya pun menyerah: tidak bisa lagi tidak makan daging. Padahal sudah berapa tahun terakhir saya menghindarinya.

Xinjiang membuat saya batal puasa daging.

Yang saya masih bisa bertahan adalah tidak makan lemaknya. Padahal --menurut para ahli kambing-- itulah yang paling lezat: sate kambing bagian lemaknya!

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan