"Anda coba. Ini kambing Xinjiang," ujar pelayan resto itu.
"Takut kolesterol," jawab saya.
"Aneh. Bagian terlezat tidak dimakan," tambahnya.
"Takut kolesterol," ulang saya.
"Kambing Xinjiang tidak sama," debatnya. Dengan bahasa yang berapi-api.

"Di seluruh dunia kambing itu sama," jawab saya.
"Kambing di sini tidak sama. Tidak diternakkan. Makanannya bukan bikinan pabrik. Semua kambing dilepas liar di gurun".
Saya diam.
Sikap saya tetap. Biar pun di gurun makannya rumput juga. Tapi saya tidak mau berdebat soal kambing. Saya diam saja.
Ia yang masih tidak bisa menerima. Kok ada orang justru membuang bagian terlezat.
Ia pun memberi penjelasan tambahan. Kambing memang memakan rumput. Tapi rumput yang tumbuh di gurun gobi ini beda.
Banyak tumbuhan memang seperti rumput. Tapi bukan rumput. Itu adalah tumbuhan liar. Yang jadi bahan obat-obatan tradisional. Jenisnya banyak sekali.
Datanglah ke toko obat tradisional Tiongkok. Lihat bahan-bahannya yang belum diolah. Puluhan jenis. Banyak yang asalnya tumbuhan di gobi.
Saya pernah ke gurun gobi di provinsi tetangga Xinjiang: Ningxia. Yang bagian besar penduduknya juga Islam. Hanya beda suku. Yang di Xinjiang suku utamanya Uygur. Yang di Ningxia Hui.
Saya jalan kaki di gurun itu. Meninjau penari langit yang ribuan jumlahnya.
Sambil jalan itulah saya mengamati.
Yang terlihat dari jauh seperti padang pasir itu ternyata bukan pasir. Ada tumbuhan kecil-kecil. Aneka tumbuhan. Tidak terlihat dari jalan raya --saking pendeknya. Juga karena tidak padat jarak tumbuhnya.