“Dia adalah orang yang cerdas dan pelatih yang sangat baik, yang memperkenalkan saya secara bertahap, jadi saya tidak selalu berada di starting XI, tapi saya tampil dan perlahan-lahan membangun kepercayaan diri," lanjutnya.
Momentum Sheva datang ketika Milan imbang 4-4 dengan Lazio, di mana ia mencetak hat-trick di Stadio Olimpico di Roma. “Saya merasa luar biasa dan menjadi Capocannoniere dalam kampanye debut saya. Tentu saja, saya senang, tetapi ingin memenangkan sesuatu dengan tim,” ujarnya.
“Musim kedua sangat sulit bagi kami, karena ada pergantian pelatih. Meskipun demikian, saya memiliki kampanye yang hebat dan mencetak 24 gol, tetapi kami tidak memenangkan apa pun. Tahun kami memenangkan Scudetto pada 2003-04, itu adalah antara Juventus, Milan dan Roma,” sambungnya.
Scudetto pertamanya bersama Milan menurut Sheva menjadi hari yang sangat istimewa. “Memenangkan Scudetto di San Siro melawan Roma, pesaing utama, adalah hari yang tak terlupakan. Saya ingat betapa istimewanya melihat penggemar Milan di stadion merayakan tim hebat ini. Itu jelas salah satu momen terbaik dalam karier sepakbola saya,” katanya.
Kemenangan itu diikuti sukses meraih gelar Liga Champions pada 2003 dan Shevchenko mendapat Ballon d'Or pada 2004. “Itu sangat emosional, terutama ketika diserahkan kepada saya di San Siro di pertandingan kandang berikutnya, di depan para penggemar Milan. Melihat semua orang itu tak terlupakan,” tandasnya. (amr)