FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Terpidana korupsi proyek Wisma Hambalang Nazaruddin sudah mendapat beragam remisi sejak 2013 setelah dipidana. Sejak saat itu, remisi yang didapat Nazaruddin diakumulasikan total 4 tahun 1 bulan.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Abdul Aris mengatakan, pemberian remisi 4 tahun lebih bagi Nazaruddin, sudah sesuai dengan ketentuan. Beragam remisi itu di antaranya remisi khusus hari raya Idul Fitri, remisi umum 17 Agustus, remisi dasawarsa pada 2015, hingga remisi tambahan donor darah.
Selain itu, kata Abdul Aris, Nazaruddin juga sudah bekerja sama sebagai justice collaborator (JC). Menurut dia, JC merupakan salah satu syarat bagi Nazaruddin untuk menerima remisi tersebut. ”Semua sesuai ketentuan. Yang bersangkutan mendapat remisi sejak 2013,” kata Abdul Aris seperti dilansir dari Antara di Bandung pada Rabu (17/6).
Sementara itu, pembimbing Nazaruddin dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung Budiana mengatakan, sebetulnya Nazaruddin bisa juga mendapatkan pembebasan bersyarat (PB). Hal tersebut dapat ditempuh dengan melalui koordinasi antara Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun KPK tidak memberi rekomendasi PB karena Nazaruddin dinilai sudah mendapatkan remisi yang cukup banyak.
”Sebetulnya, dia punya hak untuk PB karena denda sudah dibayar, sudah mendapat JC dari KPK. Kalau tidak salah, (tidak diberi rekomendasi PB) karena remisi yang didapat sudah cukup banyak,” terang Budiana.
Nazaruddin, mantan bendahara umum Partai Demokrat itu diketahui seharusnya dibebaskan pada 2025 jika sesuai dengan akumulasi pidana yang didapat. Namun karena remisi, Nazaruddin bebas melalui cuti menjelang bebas (CMB) sejak 14 Juni 2020 dari Lapas Sukamiskin.
Nazaruddin pada kasus Wisma Atlet Hambalang, terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar dari mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) M. El Idris. Setelah divonis hakim, hukuman itu juga diperberat Mahkamah Agung menjadi 7 tahun dan denda Rp 300 juta. Lalu vonis Nazaruddin ditambah 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar karena terbukti secara sah dan meyakinkan menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar. (jpc/fajar)