Sebab, menurut dia, sikap menghadapi wabah itu bukan dengan dilawan, tapi dihindari. Bagi yang sudah terpapar virus corona, maka harus diobati semampunya.
Gus Awy menambahkan, upaya pencegahan bisa dilakukan siapa saja dan di mana saja, termasuk sekolah maupun pondok pesantren. Memakai masker hingga face shield, merupakan bagian dari usaha menghindari wabah.
“Dalam menyikapi pandemi seperti ini adalah kita mengikuti dawuh kanjeng Nabi (Muhammad SAW),” ujar pria yang belajar selama 10 tahun di Makkah ini.
Dalam diskusi yang sama, Ketua RMI PBNU KH Abdul Ghaffar Rozin mengajak semua pihak membantu pesantren agar mengikuti protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 secara ketat. Upaya ini harus dilakukan semua stakeholder, dari orang tua santri, santri itu sendiri hingga pihak pondok pesantren.
“Termasuk juga masyarakat. Saya memohon pesantren dibantu mengampanyekan protokol kesehatan. Kampanye besar-besaran yang melibatkan semua orang. RMI PBNU sudah menyiapkan protokol pencegahan dan rawat Covid-19,” ujar Gus Rozin.
Ahli Mikrobilogi dari Technoe Institute, Nur Hidayah, mengatakan, virus secara alami maupun rekombinan ada di muka bumi.
Meskipun dalam suatu daerah atau negara sudah tidak ada laporan infeksi atau nol kasus positif, virus tetap ada di muka bumi. Virus tersebut tidak hilang.
“Yang menyebabkan nol kasus tersebut bukan karena ketiadaan virus, tetapi kesehatan manusia atau imunitas manusia yang semakin baik dan kuat terhadap serangan penyakit,” ujar alumnus Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.