Larangan Mudik 2021 Berpotensi Sumbat Arus Ekonomi hingga Rp 84,9 Triliun ke Kampung

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Pemerintah resmi melarang mudik pada 6-17 Mei 2021. Keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan risiko penularan Covid-19 yang disinyalir akan tinggi pasca libur panjang.

Sebagai kompensasi pelarangan mudik lebaran 2021, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut, pemerintah menyiapkan skema bantuan sosial (bansos) khusus.

Artinya, diimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pergerakan atau kegiatan-kegiatan yang keluar daerah sepanjang kecuali betul-betul dalam keadaan mendesak dan perlu.

Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Abdul Muthalib menyampaikan, pemerintah tengah berupaya dengan berbagai stimulan yang diterapkan untuk memulihkan ekonomi yang sedang terpuruk (berkontraksi).

Misalnya mencoba menggerakkan UMKM, membangkitkan pariwisata, ekonomi kreatif, memanfaatkan teknologi informasi untuk pengembangan bisnis dan sebagainya.

Tetapi pada sisi lain banyak kendala ataupun hambatan yang dihadapi dalam mengeksekusi program kegiatan pemulihan tersebut.

"Pada bulan suci ramadhan yang jatuh pada pekan kedua April 2021, dimana bulan penuh berkah termasuk rezeki bagi banyak orang, bulan Ramadhan yang ditutup dengan Idul Fitri adalah moment yang dapat menjadi instrument dalam recovery ekonomi, dimana pada pekan pertama sampai pekan ketiga masyarakat banyak melakukan belanja kebutuhan primer," jelas Abdul Muthalib kepada fajar.co.id, Senin (5/4/2021).

Sementara pada pekan keempat masyarakat belanja kebutuhan seconder seperti pakaian, aksesoris rumah, aksesoris pribadi, membayar zakat dan transportasi mudik.

Hal ini sekaligus akan terjadi adanya money flight dari kota ke kampung atau ke daerah lainnya, demikian pula pada minggu pertama dan kedua sesudah bulan Ramadhan terjadi arus balik ke kota.

"Dampak dari rangkaian kegiatan bulan suci Ramadhan ini sebagaimana tahun-tahun sebelumnya sangat membantu peningkatan pergerakan ekonomi di negara kita," ungkap dia.

Ia menjelaskan, hasil penelitian Bambang B. Soebyakto dari Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan, lewat Jurnal Ekonomi Pembangunan menyebutkan dari data yang diperoleh tim investigasi Dompet Dhuafa pada mudik lebaran tahun 2010 saja terjadi perputaran uang sebesar Rp 84,9 triliun untuk sebuah ritual singkat pada masa itu.

Dari jumlah tersebut, sebesar 56 persen berputar dalam kisaran pengeluaran biaya untuk akomodasi, wisata dan juga sedekah maupun zakat yang dibayarkan pemudik.

Sisanya sebesar 44 persen diperuntukkan bagi biaya transportasi, makan selama di jalan juga oleh-oleh bagi keluarga di kampung maupun yang dibawa pulang oleh pemudik sekembali mereka dari tempat asal.

Hal yang menarik, menurut Abdul, bahwa sebagian besar pemudik (52 persen) membayarkan zakat mereka di daerah asal, dimana potensi zakat yang terkumpul di daerah asal hampir mencapai angka Rp 7,35 triliun, selain itu sebesar 36,47 persen pengeluaran dibelanjakan pada oleh-oleh hasil kerajinan Usaha Kecil dan Menengah / UKM yang ada di daerah-daerah.

"Berdasarkan pada data tersebut, dapat kita simpulkan sementara bahwa terjadi aliran dana yang sangat besar dari kota-kota besar ke daerah serta terjadi multiplier effect yang signifikan bagi kegiatan penginapan, transportasi, perdagangan maupun perbankan di seantero wilayah Indonesia," pungkasnya. (endra/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan