FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi 1 DPR RI Fraksi NesDem Muhammad Farhan berkomentar soal wacana penundaan Pemilu 2024 oleh kalangan elit politik.
DPR memastikan penundaan pemilu tak bisa dilakukan sebagai bentuk amanat konstitusi sekaligus regenerasi kepemimpinan di badan eksekutif maupun legislatif.
“Isu penundaan pemilu ini terjadi atas dasar pragmatis sekelompok pihak,” ucap Farhan, Rabu (16/3).
Baginya pemilu dibutuhkan untuk memastikan keberlanjutan legitimasi para penyelenggara negara lewat proses yang demokratis.
“Jangan sampai amanat reformasi dikorbankan untuk kepentingan pragmatis," tegasnya.
Ia menilai Pemilu 2024 akan memberikan warna baru karena diprediksi bakal memunculkan figur-figur muda.
"Tren politik akan sangat dinamis karena akan terjadi tarik menarik kepentingan yang luar biasa," tuturnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah membuat rancangan tahapan dan jadwal pemilu.
Pemilu 2024 meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD RI.
"Jangan sampai ada kesan bahwa kami selalu bisa 'memainkan' komitmen bersama demi kepentingan yang datang belakangan," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.
Akan tetapi, nyatanya data tersebut berbanding terbalik dengan hasil hitung empat lembaga survei.
Pihaknya juga mengklaim pemilih Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan PDIP mendukung.
Meskipun begitu, ketiga partai politik tersebut sudah menyatakan menolak usulan penundaan Pemilu 2024.
Ada beberapa lembaga yang melakukan survei, terkait hal tersebut.
Pertama, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, yang menunjukkan bahwa mayoritas responden yang puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo menolak wacana penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Dari survei tersebut diperoleh hasil sebesar 65,1 persen responden yang puas dengan kinerja Jokowi menentang penundaan Pemilu 2024.
Sedangkan dipemilih yang menyatakan tak puas dengan kinerja Jokowi, angka yang menentang penundaan pemilu jauh lebih besar yaitu sebesar 87,3 persen.
Survei digelar pada 23 Februari hingga 3 Maret 2022 dengan total 1.200 responden dari seluruh provinsi. Metode Multistage random sampling dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen.
Kedua, hasil survei Indikator Politik menunjukkan mayoritas responden setuju pemilu 2024 tetap digelar meski dalam keadaan pandemi Covid-19.
Dalam survei yang dilakukan pada akhir 2021 itu, memperoleh hasil 67,2 persen responden memilih pergantian kepemimpinan nasional melalui Pemilu 2024 tetap dilaksanakan meski tengah pandemi.
Sementara 24,5 persen responden memilih pemilu ditunda hingga 2027. Sementara 8,3 persen sisanya tak menjawab. (jpnn/fajar)