“Sebenarnya, untuk hari-hari besar Islam lain, kita sudah menggunakan kalender, misalnya Puasa Muharram, Puasa Ayyamul bidh , kita sudah melihat kalender, tidak menunggu hasil ru’yah ,” ungkap Kiai Abbas.
Hanya saja, pihaknya menyadari, kalender Islam global tersebut dihadirkan dengan menggunakan hisab.
“Ini yang mungkin akan menghadirkan pertentangan dari para penganut ru'yah , tapi, selama kita menggunakan ru'yah , kita pasti akan sering berbeda dalam Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha,” ungkap Kiai Abbas.
Alasan Menggunakan Hisab
Terkait rukyat, jelas Kiai Abbas, ini didasarkan pada hadis “ suumuu li ruqyatihi” yang artinya, berpuasalah karena melihat (rukyat) hilal. Jika mendung atau tidak terlihat, genapkan satu hari lagi.
Di sisi lain, ungkap Kiai Abbas, hisab dikuatkan dengan hadis Qodeja’akum syahru Ramadhan _iftarafhallahu alaikum. . , telah datang kepada kalian bulan Ramadan di mana Allah mewajibkan kalian berpuasa.. (HR. Ahmad). Di hadis tersebut, ungkap Kiai Abbas, tidak ada syarat untuk melihat (rukyat) hilal untuk berpuasa, tapi dengan memastikan masuknya bulan Ramadan.
Namun, hadis lain juga tegas menjelaskan, inna ummati ummiyatuun laa wa laa nahsubu, bahwa umat Rasulullah tidak dapat membaca dan melakukan hisab. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar.
“Ini merupakan illat atau alasan Rasulullah memerintahkan ru'yah untuk melihat pergantian bulan. Dalam kaidah ushul fiqih , hukum itu berlaku menurut ada atau tidaknya illat atau sebabnya,” tandas Kiai Abbas.