Ditambah dengan firman Allah dalam QS Yunus ayat 5 dan Al-Baqarah ayat 185. Kedua ayat ini, ungkap Kiai Abbas, jelas menegaskan terkait perintah Allah melakukan hisab untuk mengetahui bilangan waktu, bulan, dan tahun.
Jadi, menurut Kiai Abbas, perintah rukyat itu hanya berlaku pada zaman Nabi. Saat itu juga, umat Islam masih bermukim di Jazirah Arab saja, belum lintas negara dan benua, sehingga belum ada masalah terkait rukyat dengan geografis yang berbeda.
Kiai Abbas menegaskan perintah hisab ada landasannya dari Rasulullah dan Quran. Hanya saja, umat Nabi saat itu, tidak bisa melakukan hisab.
“Dalam Surah Ar-Rahman ayat 5 ditegaskan bahwa matahari dan bulan berputar sesuai perhitungan. Di Surah Yunus, ayat 5 ditegaskan juga Allah menjadikan matahari dan bulan bersinar dan ada manzilahnya supaya kita mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Hanya saja Nabi belum bisa melakukan hisab berdasarkan hadis dari Ibnu ‘Umar. Sekarang, kita kan sudah bisa.”
Kedepankan Sikap Toleransi
Konsekuensi jika kalender Islam global belum ada, kita akan selalu berbeda dalam penanggalan hari-hari Islam. Untuk itu, kata Kiai Abbas menegaskan, perbedaan ini hendaknya disikapi biasa-biasa saja.
“Perbedaan ini jangan menjadi pemicu ketidakharmonisan masyarakat. Karena dari konsep persatuan ‘kan sebenarnya, bukan berarti bahwa hanya satu, tapi konsep keharmonisan, saling memahami, bertoleransi dalam agama, bahkan antaragama, bahkan di luar,” tutur Kiai Abbas.
Kiai Abbas juga meminta umat untuk tetap menjaga kesopanan, tidak menggunjing umat yang berbeda hari pelaksanaan Iduladha-nya.