Lanjut Rosdiana menyampaikan pembangunan smelter sendiri tidak mudah, tahun 2022 pemerintah baru memiliki 21 smelter, sementara sampai akhir kepemimpinan Presiden Jokowi di tahun 2024 menargetkan dapat membangun sampai 53 smelter.
“Untuk mendorong hilirisasi sektor minerba itu tidak mudah membutuhkan pembiayaan yang cukup besar sehingga mau tidak mau yang dilakukan pemerintah adalah bagaimana supaya ada pembiayaan asing yang masuk untuk mendukung pembiayaan pembangunan hilirisasi kita,” ucapnya.
“Sehingga adanya smelter-smelter yang terbangun dengan cepat kebutuhan hilirisasi itu juga semakin baik sehingga kita bisa merasakan nanti manfaat dari hilirisasi itu,” imbuhnya.
Lebih lanjut Rosdiana mengatakan, pembangunan smelter untuk mendukung hilirisasi juga perlu mendapatkan dukungan dari dalam negeri, seperti halnya pembiayaan dari sektor perbankan kepada para pengusaha atau investor lokal.
“Artinya apa saya kira solusi yang kita bisa diinginkan pemerintah lakukan adalah bagaimana sektor perbankan kita ini bisa kompetitif sehingga produsen atau pengusaha pengusaha lokal itu di tengah keterbatasan kemampuan pembiayaan didukung oleh sektor perbankan kita,” jelasnya.
“Perlu ada komitmen dari pemerintah menggerakkan sektor perbankan kita supaya mendapatkan pembiayaan yang mereka bisa kompetitif dengan perusahaan-perusahaan asing, investor asing dalam pembangunan smelter di sektor minerba,” tukas Rosdiana.
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia menyatakan untuk memperkuat daya saing investasi Indonesia khususnya EBT dan hilirisasi di antara negara-negara kawasan ASEAN. Salah satu strateginya adalah dengan memperkuat hubungan kerja sama investasi dengan negara serumpun, Malaysia.