Wukuf Arafah Penentu Ibadah Haji, Bagaimana Jika Sedang Haid?

  • Bagikan
Ilustrasi -- Wukuf di Arafah

Durasi minimal waktu wukuf tidak dibatasi dalam jangka tertentu, bahkan meski dilakukan dalam waktu sekejap tetap sah dan mencukupi.

Namun sunnahnya adalah dimulai sejak tergelincirnya matahari di hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai terbenamnya matahari.

Ada dua kewajiban esensial dalam ritual wukuf di Arafah. Pertama, dilakukan di waktunya, yaitu rentang waktu mulai tergelincirnya matahari hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai terbitnya fajar shadiq di hari Nahar (tanggal 10 Dzulhijjah).

Yang menjadi prinsip adalah kehadiran jamaah haji/umrah meski sebentar di padang Arafah dalam rentang waktu tersebut, tidak harus wukuf di sepanjang waktu tersebut.

Dengan demikian, orang yang tidak sempat wukuf dalam waktu yang telah ditentukan, maka wukuf dan hajinya tidak sah.

Kedua, dilakukan oleh orang yang dianggap ibadahnya (ahlan lil ‘ibadah).

Wukuf sah dilakukan oleh anak kecil, orang yang tidur dan selainnya, karena mereka adalah golongan orang yang dianggap ibadahnya.

Berbeda dengan orang mabuk, orang gila atau orang yang pingsan/ tidak sadarkan diri maka wukufnya tidak sah.

Lantas bagaimana dengan jemaah haji perempuan yang tengah mengalami haid, apakah sah dan boleh melaksanakan wukuf?

Ditegaskan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Idlah bahwa salah satu adab wukuf adalah dilakukan dalam keadaan suci.

Dengan demikian, wukuf yang dilakukan jamaah haji yang tengah menstruasi adalah sah, meski ia kehilangan keutamaan wukuf dalam keadaan suci.

Al-Nawawi berkata:

Kesunnahan dan adab wukuf yang ketujuh. Yang lebih utama adalah menghadap kiblat, suci dari hadats dan menutupi aurat.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan