"Kalau kita lihat masalah korupsi di Indonesia, bukan maksudnya mendikotomikan antara sipil dengan militer, kasus hukum dengan jumlah yang lebih banyak sipil. Yang hukuman berat (di peradilan militer) baru dua memang, satu di sipil, satu di militer seumur hidup," ujarnya.
Namun, penanganan kasus tersebut, kata Agung, dapat menjadi contoh. "Di luar itu banyak sekali militer-militer yang dipecat hanya gara-gara berbagai macam kasus," kata Agung.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI telah mengatur jabatan sipil hanya dapat diduduki prajurit yang sudah pensiun atau mundur. Hal itu termaktub dalam Pasal 47 ayat (1).
Namun, pada ayat (2), UU TNI mengatur ada sejumlah jabatan sipil yang diperbolehkan diisi prajurit aktif, yaitu kantor yang berkenaan dengan politik dan keamanan negara, pertahanan, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (sar) nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung.
Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko menegaskan,
TNI pada prinsipnya taat hukum dan patuh pada undang-undang yang ada. Diakuinya, memang benar sudah ada UU TNI Tahun 2004.
Pasal 65 menyatakan prajurit yang melanggar tindak pidana umum diadili di peradilan umum. Jika melanggar tindak pidana militer diadili di peradilan militer.
"Akan tetapi, banyak yang tidak membaca pasal 74 dalam undang-undang itu. Pasal tersebut menyatakan pasal 65 diberlakukan jika sudah ada undang-undang peradilan militer yang baru," katanya.