“Kereta cepat memiliki keunggulan seperti jeda keberangkatan yang lebih singkat, tarif bersaing, kenyamanan, dan kapasitas penumpang yang tiga kali lebih banyak dibandingkan kereta api biasa," jelasnya.
Faktanya ada 5 titik pemberhentian untuk kereta cepat Jakarta – Bandung.
Dengan berbagai pertimbangan termasuk tidak optimalnya kecepatan kereta karena banyaknya pemberhentian, pemberhentian Karawang dan Walini dibatalkan. Tetapi menambahkan satu pemberhentian saja yaitu Padalarang.
“Stasiun Halim, Padalarang, dan Tegalluar tidak terdapat ditengah kota, sehingga menjadi tidak efektif. Keputusan ini bukan semata-mata proyek transportasi, pada awalnya proyek ini merupakan proyek properti," paparnya.
Sementara Wakil Rektor Universitas Paramadina, Handi Risza menyatakan bahwa proyek ini awal mulanya digagas era Presiden SBY pada tahun 2009-2014, dengan melibatkan Japan International Corporation Agency (JICA) dalam studi kelayakan.
“Studi dilakukan untuk membangun kereta semi cepat Jakarta-Surabaya, dengan jarak sepanjang 748 km. Dengan biaya diperkirakan 100 Triliun. Pada tahun 2015 pemerintah akhirnya memutuskan untuk membangun rute awal Kereta Cepat Jakarta-Bandung terlebih dahulu, sepanjang 150 km yang nilai awal proyeknya diperkirakan sebesar senilai Rp 67 triliun," terangnya.
Menurut Handi pada awalnya Jepang menawarkan pinjaman proyek kereta api cepat sebesar US$ 6,2 miliar dengan masa waktu 40 tahun dan tingkat bunga 0,1% per tahun dengan masa tenggang 10 tahun. Dengan Syarat harus ada jaminan dari Pemerintah.