Keramahan dan kerendahan hati perempuan dua anak itu membuat saya dan dua rekan lainnya, terkesan. Dia menyambut dengan penuh kehangatan di depan pintu rumahnya, begitu kami turun dari mobil yang terparkir di halaman yang tak berpagar.
Rumahnya sangat asri. Modelnya khas Amerika. Banyak tanaman tumbuh di pekarangan depan rumahnya. Sayang, daun dan bunganya sudah tak terlihat. Tertutup salju yang cukup tebal. Kristal putih turun sejak dua hari kedatangan saya di Boulder yang berada di kaki Pegunungan Rocky. Jaraknya sekitar 40 kilometer dari Kota Denver, Colorado.
Kota Boulder berada di ketinggian 5.430 kaki atau sekitar 1.655 meter di atas permukaan laut. Salah satu landmark kota ini adalah Flatiron. Lanskap tebing berbentuk baji ini sangat menonjol dari kejauhan. Lima flatiron besar berjejer dari utara ke selatan lereng timur Green Mountain di Boulder.

Suhu udara malam itu minus 2 derajat. Bagi saya yang berasal dari Kota Makassar, yang jaraknya dengan titik garis khayal Khatulistiwa hanya sekitar 475 kilometer, suhu minus 2 derajat serasa menusuk tulang.
Dorothy lekas mempersilakan kami masuk ke dalam rumahnya. Seperti kebanyakan rumah di Amerika, rumah Dorothy punya dua pintu atau door vestibule.
Tujuannya supaya hawa dingin dari luar, tidak masuk ke dalam rumah ketika pintu pertama terbuka. Terutama saat musim dingin. Tamu membuka jaket di ruang antara tersebut.
Dia mengajak ke sisi ruang di sebelah kiri tangga. Langsung di dapur. Ruang tamu berada di sisi kanan. Rupanya, dia sedang mempersiapkan makanan dan minuman untuk makan malam.