FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Juru Bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid, Adhie M Massardi, mengkritik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait pernyataan mereka soal penyebab banjir di Jakarta dan beberapa kota lainnya.
Adhie menyebut BMKG selalu mengaitkan banjir dengan cuaca ekstrem, termasuk seruak dingin dari Siberia.
Untuk diketahui, seruak dingin dari Siberia merupakan fenomena cuaca berupa aliran massa udara dingin yang bergerak dari Siberia menuju Indonesia.
"Drama BMKG, banjir yang landa Jakarta dan kota lain always dimulai drama BMKG yg bilang cuaca ekstrem, seruak dingin from Siberia, dan seterusnya," ujar Adhie di X @AdhieMassardi (31/1/2025).
Blak-blakan dikatakan Adhie, penyebab bencana seperti banjir bukan seperti apa yang diungkapkan BMKG dalam setiap pengumumannya.
"Banjir dan longsor gegara lingkungan rusak parah coz hutan digunduli, sungai diurug, laut dipagari oleh pengembang durhaka! BMKG jujurlah," cetusnya.
Unggahan ini disertai beberapa tangkapan layar berita yang menyoroti peringatan BMKG mengenai cuaca ekstrem serta dampak banjir di ibu kota.
Komentar Adhie mendapat beragam tanggapan dari warganet. Salah satu komentar yang mencuat datang dari akun @arwani_marchawi yang menulis, "Negeri Wakanda jadikan kebohongan sebagai tradisi untuk menutupi kebusukan pejabat," menunjukkan kekecewaan terhadap narasi yang beredar.
Adhie menekankan bahwa bencana banjir dan longsor lebih disebabkan oleh kerusakan lingkungan, bukan semata-mata faktor cuaca.
Ia menuding pengembang yang menutup akses sungai dan laut sebagai penyebab utama banjir yang semakin parah.
Sebelumnya diketahui, hujan deras yang mengguyur Jakarta sejak Selasa (28/1/2025) malam menyebabkan banjir di berbagai wilayah.
Data terbaru mencatat sebanyak 54 rukun tetangga (RT) terdampak akibat tingginya intensitas hujan.
Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi, menyatakan bahwa banjir kali ini dipicu oleh kondisi cuaca ekstrem yang bahkan lebih parah dibandingkan hujan yang memicu banjir besar pada tahun 2020.
"Berdasarkan data yang kami peroleh, curah hujan mencapai 377 milimeter per hari di titik tertinggi, sementara titik terendah mencatat 256 milimeter per hari," ujar Teguh di Jakarta.
Meski curah hujan lebih tinggi dibandingkan tahun 2020, Teguh menilai bahwa dampak banjir kali ini tidak seburuk sebelumnya. Menurutnya, berbagai upaya mitigasi yang telah dilakukan turut membantu mengurangi risiko bencana.
"Kesiapan infrastruktur seperti saluran air dan pompa penyedot sudah lebih optimal, meskipun masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan," tambahnya.
Saat ini, pemerintah daerah terus melakukan langkah-langkah penanggulangan, termasuk mengerahkan pompa air di titik-titik rawan dan mengevakuasi warga yang terdampak ke lokasi yang lebih aman.(Muhsin/Fajar)