Dugaan Pergantian Mafia Migas di Pemerintahan, Prof Henri Subiakto: Rakyat Jangan Mau Dibodohi Lagi

  • Bagikan
Henri Subiakto

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Prof Henri Subiakto, mengingatkan masyarakat agar tidak lagi mudah percaya dengan politik pencitraan yang penuh kepalsuan.

Ia menyoroti kasus pembubaran Petral di awal kepemimpinan Presiden Jokowi yang dinilai hanya ilusi perubahan tanpa dampak nyata.

Dikatakan Henri, meski Petral resmi dibubarkan, para pemain utama dalam bisnis minyak negara tetap beroperasi dan aman dari jerat hukum.

Bahkan, ia mengungkap bahwa anak dari sosok yang disebut mafia minyak sempat menduduki jabatan tinggi di Pertamina sebelum akhirnya terjerat kasus korupsi pengoplosan minyak.

"Sangat mungkin pembubaran Petral hanya strategi pencitraan. Faktanya, sistem rente dalam transaksi minyak negara masih berlangsung, hanya berganti wajah," ujar Henri (11/3/2025).

Lebih lanjut, ia mengajak masyarakat untuk lebih kritis dalam menyikapi informasi dari pemerintah dan media.

Henri menilai bahwa realitas yang diklaim oleh elite politik sering kali berbeda dengan fakta yang sesungguhnya terjadi.

"Rakyat harus berpikir skeptis, tidak langsung percaya pada pernyataan pejabat atau propaganda buzzer. Cari tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik panggung politik," tegasnya.

Henri juga menyoroti inkonsistensi dalam penegakan hukum yang kerap hanya dijadikan alat pencitraan.

Ia mendesak agar semua kasus hukum ditangani secara transparan, menyeluruh, dan tuntas.

"Jangan sampai rakyat terus-menerus menjadi korban kebohongan politik yang hanya menguntungkan segelintir elite," kuncinya.

Terpisah, Politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean, ikut menyoroti dugaan mega korupsi di tubuh Pertamina Patra Niaga.

Ia mengklaim memiliki diagram alur yang menunjukkan keterlibatan sejumlah pejabat internal Pertamina dalam jaringan mafia migas.

"Saya punya diagram alur siapa-siapa pejabat di internal Pertamina yang diduga jaringan mafia migas di Pertamina," ujar Ferdinand di X @ferdinand_mpu (3/3/2025).

Dikatakan Ferdinand, kasus ini bukan sekadar pemberantasan korupsi biasa, melainkan bagian dari dinamika kekuasaan di sektor energi.

"Intinya ini perang genk mafia," ungkapnya.

Ferdinand menilai ada kepentingan tertentu yang ingin menyingkirkan kelompok lama demi memberi ruang bagi kelompok baru yang lebih dekat dengan lingkaran kekuasaan.

"Yang akan dibasmi demi masuknya genk baru dari lingkar penguasa," tandasnya.

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang PT Pertamina Patra Niaga, yang menyebabkan negara merugi hingga Rp193,7 triliun.

Sejauh ini, sembilan tersangka telah ditetapkan, termasuk dua nama terbaru, yaitu Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga, serta Edward Corne (EC) yang menjabat sebagai VP Trading Operations.

Keduanya diduga melakukan kejahatan bersama tujuh tersangka lain yang telah lebih dulu ditetapkan Kejagung.

Modus yang digunakan adalah pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan minyak berkualitas lebih rendah, yang terjadi dalam lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

Perbuatan para tersangka ini menyebabkan kerugian keuangan negara dalam jumlah fantastis, mencapai Rp193,7 triliun.

Kejagung menegaskan bahwa pengusutan kasus ini akan terus berlanjut dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru, termasuk dari kalangan pejabat yang lebih tinggi.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan